Silarian

 
Pertama mendengar istilah silarian sewaktu belajar matkul Manusia dan Kebudayaan Indonesia semester 1.  Waktu itu agak kaget, ternyata ada adat pernikahan dimana si lelaki membawa lari perempuan dulu agar bisa menikah.
Saya menemukan praktik silarian saat di Bima. Anak kadus desa saya dibawa lari oleh tetangganya, sang kadus mencari keberadaan anak dan kekasihnya kemudian menjemput dan menikahkannya. Jika sudah silarian, ayah sang gadis tak punya pilihan lain, mau tak mau harus menikahkan anaknya.
Setahun saya tinggal di SP3, saya menemukan 3 pernikahan yang diawali dengan silarian. Awalnya saya berpikir silarian dilakukan oleh sepasang kekasih yang saling mencintai agar mudah mendapat restu dari keluarga. Tidak ribet dengan urusan tawar menawar mahar.
Namun ternyata silarian tidak hanya dilakukan oleh pihak yang sama-sama suka, ada juga silarian dimana si lelaki menculik gadis yang diincarnya. Teman saya bercerita ada muridnya yang baru kelas 5 SD yang diajak silarian oleh ompu-ompu (kakek kakek) sampai Ina (Ibu) anak tersebut membawa anaknya ke dukun supaya anaknya dijampi-jampi sehingga si ompu tak lagi suka sama anaknya.
Dan hari ini saya mendapat kabar bahwa salah satu murid di sekolah saya dulu yang seharusnya baru kelas 2 SMP sudah menikah karena dibawa silarian oleh pacarnya. Orang tua anak tersebut masih belum merestui walaupun sudah menikahkannya.
Jadi terbayang wajah murid-murid saya disana. Keceriaan, kepolosan, mereka. Yah pada akhirnya merekalah yang akan memutuskan jalan hidup yang akan dipilihnya.

Namun menurut saya, lelaki yang keren bukanlah yang mengajak silarian lalu pergi keujung dunia. Tetapi yang datang baik-baik menghadap wali gadis. Yakinlah jika niat baik dan diikhtiarkan dengan cara baik hasilnya akan baik pula. Diterima atau tidak itu hanya masalah waktu dan takdir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu

Andragogi dan Fasilitasi