Saat Adskhan Ingin Mainan Baru

"Adskhan mau mobil-mobilan seperti  teman-teman" rengek Adskhan suatu sore.
Aku menatapnya, terlihat kesungguhan dalam mata bening anak lelakiku.

"Mobil yang mana?" tanyaku.

"Itu, yang dinaiki Alesha.  Ada nyanyinya," Adskhan menunjuk ke arah mobil-mobilan besar milik anak tetangga.

Kami baru seminggu pindah ke rumah baru, di sini hampir semua anak teman main Adskhan memiliki mobil-mobilan yang bisa dinaiki.  Wajar jika Adskhan menginginkannya juga. Kadang aku pun merasa sedih, jika Adskhan merengek minta naik mobil tetapi tidak dipinjamkan. Sesekali sih dipinjamkan temannya, tetapi kadang-kadang temannya tidak mau meminjamkan, karena dia juga ingin menaikinya.
Melihat hal itu, ingin sekali segera membelikannya.  Namun aku segera disadarkan Ayahnya Adskhan agar tidak terbiasa memberikan langsung mainan yang diingainkan Adskhan. Berharap batitaku juga belajar sabar dan berikhtiar.

"Tapi kita belum punya uang untuk membelinya, Nak. Bagaimana kalau kita menabung dulu." aku merayunya.

Adskhan mengangguk.

"Yuk, kita ambil celengan kodoknya. Adskhan isi setiap hari, jika sudah berat kita buka lalu uangnya belikan mobil-mobilan ya!" ajakku.

Adskhan segera berlari mengambil celengan kodok di rak bukunya. Aku berikan beberapa keping uang logam, dan uang kertas yang sudah dilipat rapi. Adskhan memasukkan dengan semangat.

Setiap hari aku beri Adskhan uang koin dan lembaran. Dia memasukkannya dengan antusias. Setiap kali melihat temannya naik mobil, Adskhan selalu bilang kalau Adskhan sedang menabung untuk membelinya.

Seminggu berlalu, kukira waktu yang cukup meminta Adskhan bersabar dan berikhtiar. Kami pun membuka celengannya bersama-sama. Alhamdulillah uang yang terkumpul setengahnya harga mobil. Kami langsung memesan mobil dorong yang Adskhan inginkan, menanyakan ingin yang seperti apa.

Adskhan konsisten, ingin mobil seperti teman-teman. Mobil yang dibelinya, warna dan jenisnya seperti punya teman-temannya.

Mobil baru Adskhan
(Dokumentasi pribadi)


***

Adskhan berlari keluar, kemudian asyik main di  halaman sementara saya menyapu lantai.

Entah apa yang dilihatnya, dia beranjak ke teras tetangga. Berdiri di sana, agak lama. Saya mengintip, memastikan. Ada sesuatu yang sedang diamatinya.

Kemudian dia masuk ke dalam rumah mengambil mobil-mobilannya. Setelah beberapa lama dia hampiri saya, mengajak saya keluar dan melihat sebuah benda yang tergeletak di teras lantai tetangga. Sebuah  track jalan mobil mainan, bagus.

 "Bunda mau itu," bisiknya.

"Kita bikin, yuk!" ajak saya. Dia antusias berlari ke dalam rumah.

Kami pun membuat gambar jalan, menggunting, lalu menempel di lantai.

Dia terlihat puas melihat jalan yang barusan kami buat.

 Lalu kami bermain bersama, menyenangkan sekali.

Track mobil buatan Bunda dan Adskhan
(Dokumentasi Pribadi)


***

"Bunda, Adskhan mau robot," pintanya.

"Robot seperti apa?" kataku.

"Ini!" Dia menunjukkan mainan robotnya yang sudah rusak.

"Itu Adskhan sudah punya," jawabku.

"Sudah jelek, mau yang bagus," jawabnya.

"Tapi kita belum punya uang, Nak," jawabku lagi.

"Menabung saja, Bunda," usulnya.

"Adskhan benar mau menabung untuk beli robot?" tanyaku.

"Iya," jawabnya bersungguh-sungguh.

"Kita beli celengan dulu ya," usulku.

Besoknya ketika ke pasar, Adskhan langsung mengingatkanku untuk membeli celengan ayam.

Sampai sekarang celengannya masih diisi. Sudah dua minggu, masih belum penuh. Aku memperhatikan kesungguhan Adskhan menginginkan robot. Dia tidak terlalu menginginkannya dibanding saat menginginkan mobil dulu. Kadang di lupa juga pernah berkeinginan membeli robot, sehingga aku pun tidak memberikan uang koin sebanyak saat menabung membeli mobil-mobilan.

***

Sebagai orang tua, rasanya ingin sekali mengabulkan semua keinginan Adskhan.
Membelikan bola yang dia suka, mobil-mobilan, robot dan track mobil.

Hampir lupa, bahwa tak selamanya kami punya uang untuk mencukupi semua keinginannya.

Hampir lupa, bahwa Adskhan pun harus belajar menahan diri dan merasa cukup dengan apa yang dipunya.

Hampir lupa, kalau kami bisa membuat sesuatu yang lebih mengasyikan dibanding membelinya.

Sampai saat ini, jika Adskhan (2 tahun 8 bulan) menginginkan mainan, hal-hal berikut ini selalu kami lakukan :

1. Menggali sebesar apa keinginannya.
Hal ini bisa dilihat dari seberapa sering dia meminta atau berapa lama dia merengek.

2. Jika memang keinginannya kuat, akan melakukan :

- mengajaknya membuat mainan sendiri

- jika ternyata tidak bisa dibuat tiruannya,  maka kami mengajaknya menabung agar bisa membeli mainan tersebut. Jangka waktu menabung bergantung keinginan anak yang ditunjukkan. Jika anak tidak terlalu menginginkan, maka kami biasanya hanya memberikan koin yang sedikit. Jika sangat menginginkan, maka kami akan memberikannya koin agak banyak.

3. Jika keinginannya tidak kuat, maka kami akan memahamkan bahwa sebenarnya Adskhan tidak terlalu menginginkam hal itu. Jadi tidak usah membelinya saja. Sambil meminta dia melihat lagi mainan lamanya. Biasanya dia akan segera asyik main mainan lamanya lagi.


Ketiga hal tersebut, sejauh ini cukup efektif diterapkan. Sambil berproses memahamkan mana kebutuhan dan mana hanyalah keinginan.

Namun, jika keinginannya berupa makanan/minuman maka kami berusaha membuatkannya, jika memang tidak bisa baru membelikannya. Semisal dia ingin roti awan (roti), kue, pizza, susu, juice.


Berdasarkan Buku Fitrah Based Education yang ditulis oleh Ustadz Harry Santosa bahwa sebagai orang tua harus menjaga egosentris anak usia 0-6 tahun.

Itu yang coba kami terapkan kepada Adskhan. Agar dia terpuaskan egonya dengan berusaha memenuhi keinginan Adskhan, namun sambil berusaha memahamkan tentang mana kebutuhan dan keinginan, bersabar dan berikhtiar, bersyukur kepada Allah setiap mendapatkan rezeki.

Framework Operasional Fitrah Based Education
(Sumber Buku Fitrah Based Education)




Sumber/referensi
- pengalaman Keluarga Budiman
- dokumentasi foto pribadi
- Buku Fitrah Based Education

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu

Andragogi dan Fasilitasi