Mengapa Saya (harus) Menulis?
Bagi saya menulis adalah jembatan untuk mewujudkan mimpi.
Menulis bisa mengungkapkan apapun yang ada di dalam pikiran saya. Sering kali ide datang meluap-luap, namun menguap begitu saja jika tidak ditorehkan dalam tulisan. Setiap ada ide, maka saya menuliskannya. Kemudian mengelaborasikannya menjadi langkah-langkah kecil yang harus saya lakukan.
Saya menulis 100 mimpi yang ingin saya capai. Qodarullah, Allah mewujudkannya satu persatu dengan caranya yang indah.
Jika saya lelah dan lemah, saya buka kembali catatan mimpi-mimpi saya, maka kekuatan pun muncul. Semangat dan perasaan menggebu ketika saya menuliskannya, seolah menghipnotis saya yang lelah untuk segera bangkit.
Ada satu mimpi yang ingin saya capai melalui menulis. Saya ingin menulis cerita anak. Cerita yang bisa menginspirasi membangun karakter mereka sedari dini sehingga kedepannya mereka dapat berperilaku positif.
Hal itu pernah saya alami.
Sewaktu kecil, saya membaca sebuah cerita anak di majalah Bobo. Berkisah tentang seorang penjual daging sapi. Sebut saja Mbok A (saya lupa lagi siapa nama tokohnya). Mbok A, menambahkan potongan batok kelapa ditimbangannya dagingnya sehingga dia mendapat untung lebih banyak.
Suatu hari dia sakit hingga absen berdagang berhari-hari. Setelah dia berdagang lagi, pelanggannya yang rata-rata tukang sate tidak membeli daging sapi kepadanya lagi. Bagi pedagang sate, satu-dua ons sangat berharga karena akan memperbanyak jumlah potongan satenya.
Apa lesson learned dibalik cerita tersebut? Kita harus menjadi orang yang jujur dan amanah, tidak boleh curang.
Cerita tersebut terngiang-ngiang terus di telinga saya sehingga saya bertekad untuk menjadi orang yang jujur dan amanah.
Ya, sedahsyat itu sebuah tulisan sehingga dapat menginspirasi. Tentu saja tulisan-tulisan di sekitar kita tidak selamanya positif. Banyak tulisan yang justru menginspirasi orang lain untuk berbuat tidak baik.
Saya memilih untuk menjadi bagian dari orang yang menyebarkan kebaikan melalui tulisan.
Komentar