Dilema Wanita
Sendu, kulihat wajahnya mulai mendung. Air matapun menetes sedikit demi sedikit membahasahi pipinya yang tak pernah dipoles oleh riasan.
“Ya, walaupun berat tapi saya sudah memutuskan untuk berhenti kerja demi mengurus anak-anak saya.” Aku pun terdiam, tak bisa memberikan komentar.
“Iya Bu, saya juga memutuksan resign padahal dulu sudah kerja selama 8 tahun”
“Ternyata, profesi seperti kita pun harus dibayar dengan pengorbanan yang besar. Waktu! “
Aku semakin terdiam, tekadku semakin bulat untuk segera beralih dari profesi yang sudah aku jalani hampir tiga tahun ini. Guru sekolah swasta.
Antara karier dan keluarga… itulah dilemma seorang wanita. Disisi lain ingin terus berkarya dan mengupgrade diri, tetapi di sisi lain ada kewajiban mengabdi kepada keluarga yang tak boleh diabaikan.
Saya beranggapan bahwa profesi guru adalah yang paling cocok buat seorang istri sehingga bisa seimbang antara mengatur keluarga dan berkarya. Tetapi pengalaman akhir-akhir ini berkata lain, justru beberapa perempuan yang berprofesi sebagai guru pun cenderung tidak bisa menunaikan kewajibannya mengurusi anak. Beberapa menitipkan anak-anak mereka ke Ibu atau mertuanya bahkan ada yang dititipkan ke tempat penitipan anak.
Dan fenomena itulah yang sedang membebani fikiran saya. Saya benar-benar menginginkan saya sendirilah yang mengasuh anak-anak saya, minimal di 7 tahun pertama. Kalau saya masih berprofesi seperti sekarang sepertinya hal itu tidak mungkin. Jam kerja saya dari jam 7.20-15.30. Coba bayangkan, jika saya sudah bekeluarga dan mempunyai anak, berapa jam kah waktu yang akan saya luangkan untuk keluarga saya. Saya tidak ingin sibuk mengurusi anak orang lain sedangkan anak sendiri ditelantarkan.
Saya pun saat kecil mengalami pengalaman yang kurang menyenangkan dengan terbatasnya waktu yang Ibu saya berikan karena berprofesi sebagai guru, walaupun statusnya sebagai PNS. Saya selalu merasa sedih, kalau Ibu berangkat kerja dan baru tiba siang harinya. Berbeda dengan teman-teman saya yang hampir semua Ibunya gak kerja. Saya selalu merasa iri dengan mereka yang mempunyai Ibu selalu ada di rumah.
Walaupun akhirnya saya menyadari, yang Ibu saya lakukan adalah untuk saya dan keluarga saya.
Jadi, karir apa yang ingin saya rintis agar bisa benar2 tidak menelantarkan keluarga saya?
“Makanya punya suaminya harus yang kaya, Teh” kata seorang ikhwan adik kelas saya. “Sehingga tidak mengharuskan istri bekerja untuk menyokong ekonomi keluarga” tambahnya.
Saya hanya tersenyum. “hehe.. iya yah, tapi gak harus gitu juga siy”
Akhirnya, saya memutuskan untuk mengubah peta hidup saya. “Kayanya jadi guru SD gak akan jadi profesi saya lagi. Nyari profesi lain yang bisa ngatur waktu lebih fleksibel. Gak harus kerja seminggu lima jam, tapi bisa ngasilin banyak uang…hehe.. Tapi memang akan tetap focus di dunia pendidikan”
Ya Allah, peluk eratlah mimpi hamba-Mu ini. Ada mimpi besar yang ingin hamba wujudkan. Bertransaksi denganMu lebih banyak lagi… Amin
_ catatan malam, sambil membuka-buka file persyaratan S2_
21.30
6-12-2011
Komentar