Utang, Mimpi dan Hidup

Siang itu, disela-sela obrolan saat istirahat seusai makan siang seorang Ibu mulai menawarkan baju dagangannya.
"Beli Bu, mumpung lagi diskon. Harga normalnya gak segini" katanya
Aku yang dulu sempat menjadi agen baju-baju yang bermerk tersebut ikut menimbrung dan memilih-milih. Tidak hanya ikut-ikutan, aku memang sedang mencari beberapa baju yang akan aku bawa saat nanti ditempatkan.
"Bisa nanti lho, dibayarnya pas awal bulan" tambah Ibu sang pedagang.
"Iya Bu, saya juga bawa celana trening, siapa tahu nanti Bu Nani butuh " Ibu yang lain menimpali.
Aku hanya senyum " Ada rok double dalemnya celana panjang gak Bu, yang dipinggirnya ada resleting. Jadi kalau resletingnya dibuka celana panjangnya kelihatan?" tanyaku.
"Gak ada Bu" tambah sang pedagang.
"Ayo Bu, beli yang ini aja. Gpp ngutang juga. Kalo gak ngutang gak berasa hidup"tambahnya setengah bercanda.

Ibu tersebut pun bercerita tentang seekor ikan. Katanya ada jenis ikan yang akan sangat enak rasanya kalau digorengnya langsung setelah ikan itu mati (yang entah jenis apa, dia juga lupa nama ikan tersebut) . Sebut saja ikan jenis A. Ada pengusaha restoran yang berniat untuk mengembangkan bisnis goreng ikan tersebut. Semula dia membawa ikan laut itu dalam bak besar yang berisi air laut. Tetapi beberapa saat setelah ikan iti dipindahkan, ikan itu mati dan rasa daging gorengnya pun gak terlalu lezat.
Akhrinya sang pegusaha punya ide, dia mencari ikan hiu kecil. Ikan hiu itu dimasukan ke dalam bak plastik besar yang berisi air laut. Kemudian dimasukan pula ikan jenis A. Ternyata ikan jenis A itu tidak langsung mati seperti beberapa kasus sebelumnya, ikan itu justru dengan sengit berusaha lari dari kejaran hiu kecil yang akan memangsanya. Ikan itu tetap hidup sampai akhirnya ditangkap dan digoreng. Entah apa yang terjadi dengan hiu kecil yang mengejarnya, Ibu tersebut tidak mengulas tentangnya.
Nah, ikan jenis A ibaratnya kita sedangkan hiu kecil adalah utang. Utang membuat hidup lebih hidup karena ada kewajiban yang harus kita bayar, tambahnya sambil tertawa.

Aku dan beberapa Ibu lainnya tertawa ringan dan sambil berpikir, mencerna ceritanya tadi.
"Ah, gak asyik juga kalau hidup dikekar-kejar hutang." Kataku
"Gimana kalau kita keburu meninggal sebelum melunasi utang kita, kasihan keluarga yang ditinggalkan dong" tambahku. Aku teringat cicilan bukuku yang masih beberapa bulan lagi. Semoga bisa melunasinya... oh buku Super Leader Super Manager..
"Tapi, memang beda lho Bu jd lebih semangat nyari uang kalau kita punya cicilan." tambah Ibu yang lain.
"Wah, saya mah milih semangat hidup karena mengejar mimpi Bu, dari pada kejar setoran karena berutang" kataku.
"Iya, saya juga kalau lagi ngejar target hafalan  atau baca qur'an jadi lebih berasa hidup. Setiap detik dan jam lebih berarti. Gak ada waktu yang ingin dihabiskan untuk hal-hal yang gak penting."
"Tuh kan, mimpi ingin jadi Hafidzah kan Bu?" tanya saya
"dapet ridho Allah n masuk surga Bu bukan hanya status hafidzah saja" tambahnya.

Bel tanda istirahat selesai pun berbunyi, kami bubar dan kembali dengan tugas masing-masing.

Manakah yang membuat hidup lebih hidup?
Hutang? atau Mimpi?

Kalau aku memilih yang kedua. Sang pemimpi, begitu banyak hal yang ingin dilakukan dan diwujudkan. Sempat berpikir ketika ada seorang teman yang mengeposkan statusnya : " orang yang paling miskin adalah orang yang paling banyak keinginannya, orang yang paling kaya adalah orang yang merasa cukup dengan apa yang dia miliki"

Semoga aku tidak termasuk orang yang miskin karena mempunyai banyak mimpi, karena aku pun bersyukur dan merasa 'kaya' dengan apa yang aku punyai sekarang.

Aku menikmati setiap hal yang aku lakukan dan punyai sekarang. Begitu banyak hal yang harus aku syukuri, tetapi rasa syukur itu bukan menjadi alasan untuk berhenti meraih kehidupan yang lebih baik lagi.

Seperti yang terjadi pada  belakangan ini. Banyak yang pro dan kontra saat kuberitahu kalau aku lulus jadi Calon pengajar muda Indonesia mengajar yang nantinya akan di tempatkan setahun di pelosok. Selama setahun itu, banyak kenyamanan, fasilitas, kehidupan sosial dan ruhani yang mungkin tidak akan aku dapatkan seperti di Bandung sekarang.
Aku sadar, yang menyarankan untuk tidak mengambil kesempatan itu karena mereka sangat sayang denganku dan khawatir terjadi apa-apa.
Aku pun sempat cemas dan takut dengan kondisi yang masih  abstrak yang akan akan hadapi nanti. Belum tahu di tempatkan dimana, kondisi alamnya, masyarakatnya, dll.

Tetapi aku berpikir, ini adalah kesempatan untuk mewujudkan mimpiku. Melakukan hal yang lebih untuk mewarnai dunia pendidikan Indonesia.
 Aku yakin, Allah akan membimbing langkahku, menjagaku..
Sungguh, Dialah sebaik-baiknya penjaga dan pemelihara.

Dan...
Ada mimpi lagi yang ingin kuwujudkan, mendirikan sekolah seperti Tomoe Gakuen.. Sekolah yang menerima murid tanpa harus psikotes dulu, tanpa orang tuanya harus menandatangani materai kesanggupan biaya, sekolah yang tidak  menahan rapotnya karena belum bayar DPP, yang tidak asal menerima murid-muridnya tapi tidak tahu harus mengapakan bakat dan kemampuan muridnya.
Sekolah yang mengajarkan murid-muridnya mengahafal Qur'an, mengenal rasul, mengenal Allah, dan menjadikan islam sebagai nafas hidupnya... Amin ^_^

Semoga bisa mewujudkannya..
Itulah yang akan membuatku merasa hidup lebih hidup, bukan hidup terasa hidup karena punya hutang


-menikmati 2 hari libur dengan berkontemplasi dan membaca buku di kamar_
^^





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu

Andragogi dan Fasilitasi