Postingan

Menampilkan postingan dengan label Bima Beriman

Silarian

  Pertama mendengar istilah silarian sewaktu belajar matkul Manusia dan Kebudayaan Indonesia semester 1.  Waktu itu agak kaget, ternyata ada adat pernikahan dimana si lelaki membawa lari perempuan dulu agar bisa menikah. Saya menemukan praktik silarian saat di Bima. Anak kadus desa saya dibawa lari oleh tetangganya, sang kadus mencari keberadaan anak dan kekasihnya kemudian menjemput dan menikahkannya. Jika sudah silarian, ayah sang gadis tak punya pilihan lain, mau tak mau harus menikahkan anaknya. Setahun saya tinggal di SP3, saya menemukan 3 pernikahan yang diawali dengan silarian. Awalnya saya berpikir silarian dilakukan oleh sepasang kekasih yang saling mencintai agar mudah mendapat restu dari keluarga. Tidak ribet dengan urusan tawar menawar mahar. Namun ternyata silarian tidak hanya dilakukan oleh pihak yang sama-sama suka, ada juga silarian dimana si lelaki menculik gadis yang diincarnya. Teman saya bercerita ada muridnya yang baru kelas 5 SD yang diajak silarian...

Menolak Rezeki

Hari itu hari Jumat. Aku, Morin, Ical, Budi melaksanakan kegitan Roadshow Pendidikan Indonesia Mengajar di SDN Dorombolo dan Sori Panihi. Sekolah terakhir yg kami tuju hari itu adalah Sori Panihi yg terletak di SP1. Sementara Ical dan Budi solat, aku dan Morin menunggu di puskesmas. Aku sama Morin sedikit kaku dan dingin. Morin abis marah karena aku negur dia main ukulele disaat kami sedang menghadap guru2 dan kepsek Sori Panihi. Ah, kadang2 semua terasa begitu ribet...hehe Budi dan Ical segera menghampiri kami seusai solat Jumat. Katanya mereka ditawari makan siang oleh orang yg punya hajatan, rumahnya persis di depan puskesmas. Namun karena malu, kami memutuskan untuk menolak. Mengingat2 adakah alasan lain selain malu? Oia, yg ditawari makan Ical sama Budi, aku dan Morin yg tidak ikut solat jumat tidak bertemu yg punya hajat jadi tak ditawari. Akhirnya kami segera pergi mencari bakso Mas Sue di Kawinda Nae, ternyata tutup. Paniklah, Ical yg gak bisa nahan lapar mulai pusing, gak...

Selamat Jalan Dae Ferry

Selamat Jalan Dae Ferry, semoga Allah menerima segala amal ibadah Dae. Sungguh, bagi saya Dae adalah sosok yang luar biasa. Bupati yang begitu hangat dan dekat dg masyarakatnya. Selalu ingat, saat pertama kali bertemu Dae (pisah sambut PM II ke PM IV ) saya dan Dita memperkenalkan diri sebagai lulusan Sastra Jepang. Dae menanyai kami macam2, "apa bahasa Jepang sapu tangan?", sy dan Dita menjawab "Hankachi" tapi Dae mengoreksi dan mengatakan "Kosakai", Dae melanjutkan bertanya "apa bahasa jepangnya daun pisang?" Dae langsung menjawab sambil tertawa "katokai". Semua orang pun tertawa.. Yah, Dae melakukan itu agar kami lebih dekat dg semua orang yang ada disana. Dengan semua undangan yg datang pisah sambut agar kami sebagai PM pengganti lebih mudah diterima dan diingat masyarakat Bima. Dae pun selalu mengulangi pertanyaan yg sama ketika bertemu saya bahkan di saat saya pamit seusai selesai masa tugas. Darisanalah saya tahu kalau baha...

Mengantar Budi ke Bandara

Bagiku, Budi lebih dari sekedar rekan sekecamatan saat menjadi PM di Kabupaten Bima dulu. Budi adalah sahabat, adik, tempat berbagi kegalauan, dan orang terpositif yang aku kenal. Tak pernah ada keluhan, kecuali saat-saat terberatnya di Surabaya dulu yang mengantarkannya kembali ke Bengkulu. Takdir membawanya kembali menjadi PM kedua kali. Masih teringat saat Budi menelponku dan memberi tahu rahasia kecilnya kalau dia daftar jadi PM lagi. Kemudian beberapa minggu setelah itu, Budi memberiku kabar kalau dia dipanggil untuk menjadi PM kembali. Rahasia kami berdua sebelum dia mengumumkan di grup PM Bima dan teman-teman yang lain. Menjadi kehormatan bagiku menyimpan rahasia-rahasia kecil Budi, dan sahabat-sahabatku yang lain. Aku mengartikan bahwa mereka benar-benar mempercayaiku. Saat Budi masuk camp training IM kembali aku sudah berencana untuk menjenguknya di Jatiluhur. Namun, rencanaku tidak bisa aku realisasikan. Aku 'tersandera' di Surabaya, agenda pendampingan d...

Pak Guyu Eyang

Selasa, 16 Oktober 2012 Jam masih menunjukan pukul 3 sore. Anak-anak sudah berkumpul untuk belajar bersama di rumah hostfam saya. Elang, murid kelas 1 adalah anak yang datang paling awal. “Bu Guyu apa itu?” tanyanya. Elang memang cadel. Tak fasih menyebut huruf r dan l. Kedua huruf itu diucapkan oleh lidahnya mendekati huruf y. “Ini stempel, Ibu sedang menyetempel buku-buku ini. Memberi tanda kalau ini buku perpustakaan kita” “Boyeh saya coba?” tanyanya “Elang mau bantu Ibu mengecap buku-buku ini?” pinta saya “Mau-mau” katanya semangat. Setelah saya jelaskan dan tunjukan cara menyetempel, Elang pun memulai pekerjaannya. Dengan cekatan ia menyetempel buku-buku cerita dan saya pun melabeli buku yang sudah distempelnya. “Bukunya sudah habis Bu Guyu?” tanya Elang. “masih ada, tapi kita kerjakan besok saja. Sekarang Elang boleh membaca buku.” Elang memilah-milah buku-buku yang ada di hadapan saya. Saya belum selesai melabeli setumpukan buku cerita. Rencananya semua buku...

Bonus Cinta dari Arif dan Nisa

Sosok tubuhnya yang kecil tak menampakan Arif seperti anak kelas 6. Anak-anak kelas 6 di sekolah tempat saya mengajar memang terlihat lebih mungil jika dibandingkan dengan anak kelas 6 di kota. Arif Irawan menjadi satu-satunya yang terbiasa puasa satu bulan penuh tatkala anak-anak yang lain masih ogah-ogahan puasa ramadhan. Begitupun Nisa, adik Arif yang baru   duduk di kelas dua ini sudah mulai terbiasa untuk puasa setiap hari walaupun hanya sampai adzan dzuhur. Saya banyak belajar dari   mereka berdua, bukan hanya karena rajin puasa, mereka banyak mengajarkan saya tentang perjuangan, kesederhanaan dan kedermawanan. Hampir setiap sore, Arif dan Nisa pergi keliling pemukiman SP 3 untuk menjajakan dagangannya.     Letak rumah disini tidak saling berdekatan seperti rumah-rumah di kota atau pemukiman perkampungan. Disini, dari rumah satu ke rumah lain cukup jauh berjarak kurang lebih 15 meter. Begitupun dari RT ke RT, hampir satu kilo meter.   Dari mulai RT 6 sa...

Gu akhirnya bisa menulis namanya sendiri..

Mentari senja menyinari pemukiman transmigran di SP 3, aku dan beberapa muridku tak mempedulikan teriknya. Angka-angka begitu memikat. Kami asyik mengotak atik soal matematika yang aku berikan kepada beberapa muridku. Mereka sangat menyukai perkalian, walaupun beberapa belum mahir di luar kepala menghitungnya tetapi anak-anak itu tak ada habisnya memintaku menuliskan soal-soal perkalian di kertas HVS yang aku sediakan. Aku pun kepayahan melayani 7 orang muridku lintas kelas. Arjunaidin bertanya soal yang dikerjakannya sudah benar apa belu, Eman menarik- narik lenganku meminta hasil pekerjaannya segera aku nilai agar dia bisa menjadi orang yang pertama selesai mengerjakannya, Azwar senyum senyum lirik kiri kanan mengamati satu persatu temannya yang asyik menakuklukan angka-angka yang aku berikan. Roy menjejerkan pensil, spidol dan benda apapun untuk menemukan jawaban. Haryadin seolah tak terganggu dengan apapun, asyik membolak balik majalah Bobo yang dibacanya sejak tadi. Haryadin me...

Surat untuk Tuan Guru Bajang

Jum’at, 7 Desember 2012. Sore itu dengan tergesa aku pegi ke tempat sinyal. Beberapa anak masih di rumahku, kita baru selesai belajar untuk persiapan OSK. Biasanya aku dan anak-anak menghabiskan waktu sebelum adzan magrib dengan bercerita, membuat gambar atau kreasi apapun. Hari ini aku putuskan untuk pergi ke tebing sinyal setelah 5 hari tidak menghubungi keluarga dan teman-temanku. “Kita lagi di So Nae, Nan. Mau nitip surat ke Pak Maman biar Pak Maman nitipin surat itu ke supir bis. Nanti supir bisnya yang posin ke kantor Pos di Kore” “kapan paling lambatnya?” “tanggal 12, msih bisa kalau Oi marai mau ngirimin” Aku bergegas berlari menuju rumah, berharap anak-anak masih ada. Ternyata mereka masih asyik main mnopoli di teras rumahku. “Ibu ada kabar baik, ada lomba menulis surat untuk Gubernur NTB, siapa mau ikut?” “saya!!!” Rosita, Selia dan Din mengacungkan tangan mereka tinggi-tinggi. Hanya tinggal mereka yang masih ada di rumahku, berempat dengan Elang murid kelas 1....

Road to Bima (1)

Dulu saat masa transisi dan   PM 2 bertanya apa yang akan aku lakukan saat ada masalah, maka aku menjawabnya menulis. Namun sepertinya itu tak terealisasi. Justru aku sangat merasakan akhir-akhir ini aku jadi sangat jarang sekali menulis. Padahal banyak hal yang bisa aku tulis disini. Jadi Pengajar Muda, sebuah mimpi yang dulu aku rasa tak bisa menyata. Gak lolos PM 3 setelah ikut DA, membuatku merasa kecewa. Dan semangat untuk coba-coba ikut daftar PM4 timbul disaat detik-detik terakhir penutupan, dan setelah menjalani serangkaian tes maka akupun dinyatakan sebagai calon pengajar muda. Pelatihan panjang selama 7 minggu memberiku banyak pemahaman baru, walauun aku selalu merasa tak nyaman dengan kenyataan bahwa aku PM4 yang paling tua dan paling kecil. Merasa tak sehebat teman-teman PM yang lain. Hingga akhirnya, takdir membawaku ke sebuah dusun dipinggir gunung Tambora dan laut Flores yang bernama UPT SP3, sebuah pemukiman transmigrasi di Kabupaten Bima. Aku sempat berpiki...