Surat untuk Tuan Guru Bajang
Jum’at, 7 Desember 2012. Sore itu dengan tergesa aku pegi ke
tempat sinyal. Beberapa anak masih di rumahku, kita baru selesai belajar untuk
persiapan OSK. Biasanya aku dan anak-anak menghabiskan waktu sebelum adzan
magrib dengan bercerita, membuat gambar atau kreasi apapun. Hari ini aku
putuskan untuk pergi ke tebing sinyal setelah 5 hari tidak menghubungi keluarga
dan teman-temanku.
“Kita lagi di So Nae, Nan. Mau nitip surat ke Pak Maman biar
Pak Maman nitipin surat itu ke supir bis. Nanti supir bisnya yang posin ke
kantor Pos di Kore”
“kapan paling lambatnya?”
“tanggal 12, msih bisa kalau Oi marai mau ngirimin”
Aku bergegas berlari menuju rumah, berharap anak-anak masih
ada. Ternyata mereka masih asyik main mnopoli di teras rumahku.
“Ibu ada kabar baik, ada lomba menulis surat untuk Gubernur
NTB, siapa mau ikut?”
“saya!!!” Rosita, Selia dan Din mengacungkan tangan mereka
tinggi-tinggi. Hanya tinggal mereka yang masih ada di rumahku, berempat dengan
Elang murid kelas 1.
Aku pun segera membagikan kertas polio, meminta mereka
menulis surat untuk Gubernur. Besok akan aku titipka ke bus yang lewat.
“Siapa nama lengkap
Gubernur NTB Bu?” tanya Rosita
“Waduh, Ibu tidak tahu. Ibu tahunya Gubernur Jabar. Hehehe”
jawabku
“Ada yang tahu?” tanyaku.
Selia menyebutkan sebuah nama yang begitu panjang lengkap
dengan gelarnya.
“Wah hebat Selia, kamu hafal” pujiku
“Ada di kalender di rumahku Bu” jawabnya
Ketiga anak itupun kemudian asyik menulis surat untuk
Gubernur NTB. Anak-anak memang sedang hobi menuli surat, sudah belasan surat
yang mereka tulis, untuk temannya di MTB, Kenanga, Kapuas Hulu, Bawean, Kakak
Penyala Jogja, sahabat-sahabat pena lainnya.
“Karena sudah magrib, menulis suratnya di Prkan. Besok
dikumpulkan di sekolah. Rencananya akan Ibu kirimkan lewat bus Senin pagi saja,
biar teman-teman kalian bisa ikut juga”
Mereka pun pamitan pulang.
Esoknya, aku umumkan perlombaan itu dan meminta anak-anak
membuat surat. “Bu Guru, nama Gubernur NTBnya Tuan Guru Bajang Kyai M. Zainul
Majdi, kalau yang kemarin saya sebut itu Gubernur yang dulu” kata Selia.
“Oh, wah hebat kamu. Terima kasih sudah memberi tahu Ibu.
Ibu Cuma ingat kalau Gubernur NTB yang sekarang satu-satunya Gubernur Indonesia yang hafal Qur’an, kalau namanya
Ibu tak tahu”.
Aku segera membagikan kertas, seperti dugaanku, anak-anak
begitu antusias. Ada yang membuat gambar SP3 di belakang suratnya, menggambar
dirinya,menempelkan pop up card. Isi suratnya tak kalah menarik, mereka
bercerita tentang SP3, cita-citanya, kehidupan sehari-hari, pengalaman lucu,
dll. Kocak sekali cerita mereka yang begitu polos.
Terkumpul sudah 19 surat karya anak kelas 5 dan 6. Aku
baru ingat, sepertinya aku tak punya
amplop besar untuk seurat-surat itu. Aku tanyakan kepada guru-guru apakah ada
yang punya, jawabannya tak ada.
Aku ingat, banyak amplop cokelat besar di rumahku, bekas amplop
surat kiriman dari teman-temanku. Pulang sekolah seger aku cek, ternyata ada.
Aku modifikasi abis-abisan agar tak terlihat seperti amplop bekas. Jadi juga
amplopnya.
Minggu sore, aku segera ke rumah Bu Endang Salah satu guru
di sekolah juga. Aku titipkan surat untuk bus kepada beliau, tak lupa
menyertakan uang untuk biaya titipan bis dan prangko. Rumah Bu Endang adalah
tempat bus berhenti setiap hari, Abang supir dan kernet bus terbiasa makan
disana.
Senin pagi, 10 Desember 2012
“Suratnya belum dikirim Bu, supir usnya bukan yang biasa
makan di tempat saya. Sya belum kenal, khawatir uratnya tidak sampai. Besok
saja yah Bu, besok giliran Abang kenalan saya” kata Bu Endang.
“Iya Bu, gak apa-apa. Mudah-mudahan tidak terlambat”
jawabku.
Selasa pagi, 11 Desember 2012
“Sudah Bu, tadi pagi saya titipkan”
“makasih banyak Bu”
Rabu Magrib
“Maaf Bu, Abang busnya bilang ternyata pengiriman suratnya
paing telat tanggal 10. Pak Pos di Kore yang bilang.”
Komentar