Road to Bima (1)
Dulu saat masa transisi dan PM 2 bertanya apa yang akan aku lakukan saat
ada masalah, maka aku menjawabnya menulis. Namun sepertinya itu tak
terealisasi. Justru aku sangat merasakan akhir-akhir ini aku jadi sangat jarang
sekali menulis. Padahal banyak hal yang bisa aku tulis disini. Jadi Pengajar
Muda, sebuah mimpi yang dulu aku rasa tak bisa menyata. Gak lolos PM 3 setelah
ikut DA, membuatku merasa kecewa. Dan semangat untuk coba-coba ikut daftar PM4
timbul disaat detik-detik terakhir penutupan, dan setelah menjalani serangkaian
tes maka akupun dinyatakan sebagai calon pengajar muda.
Pelatihan panjang selama 7 minggu memberiku banyak pemahaman
baru, walauun aku selalu merasa tak nyaman dengan kenyataan bahwa aku PM4 yang
paling tua dan paling kecil. Merasa tak sehebat teman-teman PM yang lain.
Hingga akhirnya, takdir membawaku ke sebuah dusun dipinggir
gunung Tambora dan laut Flores yang bernama UPT SP3, sebuah pemukiman
transmigrasi di Kabupaten Bima. Aku sempat berpikiran , apa masih dibutuhkan
mentri transmigrasi di jaman Indonesia sekarang ini. Ternyata aku diberi
kesempatan hidup sebagai warga transmigran.
Dusunku begitu indah. Kombinasi dari pantai, gunung, sabana.
Ditambah lagi dengan mengalirnya sungai Oi Marai sepanjang tahun yang membuatku
tak pernah merasa khawatir dengan segala kebutuhan dasar yang berhubungan
dengan air.
Untuk menuju ke dusunku diperlukan perjuangan yang lumayan.
Dari Bandara Salahudin Bima, naik ojeg menuju terminal Dara sekitar kurang
lebih setengah jam. Ongkosnya mungkin 20-30rb. Dari terminal Dara, cari bus
yang menuju Tambora. Untuk pergi ke dusunku, bisa menggunakan dua jalur. Jalur
utara atau selatan. Jika ingin menggunakan jalur utara, harus tiba diterminal Dara
sebelum jam 11. Kemudian carilah bus yang menuju Kore, ongkosnya Rp 20.000.
Perjalanan dari Terminal Dara ke Kore sekitar 5 jam, tergantung kecepatan
busnya. Kore terletak di Kecematan Sanggar, termasuk Kab Bima juga tetapi untuk
menuju kesana harus melewati Kab Dompu. Kec Sanggar dan Tambora merupakan
dua-duanya Kecamatan yang termasuk wilayah Kabupaten Bima tetapi terletak jauh
sendiri di kelilingi Kab Dompu. Mengapa bisa demikian? Katanya dulu Bima, Dompu
dan Sanggar merupakan Kerajaan tersendiri. Karena putra mahkota Kerajaan
Sanggar masih sangat muda semesntara rajanya sudah wafat, maka Sanggar
menyatakan tunduk ke Kerajaan Bima dan menjadi bagian dari wilayah Bima. Entah
alasan apa yang membuat Sanggar lebih memilih Bima daripada Dompu yang jelas-jelas
berada lebih dekat. Barulah setelah kemerdekaan, Bima, Dompu menjadi Kabupaten,
Kecamatan Tambora merupakan pemekaran dari Kecamatan Sanggar.
Bus akan berhenti di terminal Kore, namun harus naik ojeg
dulu menuju pasar Kore supaya bisa dapat kendaraan yang menuju Tambora. Tukang
ojeng biasanya meminta uang Rp 5.000,- Di pasar Kore, akan ditemui Bus atau
truk tergantung jadwal beroperasinya. Dua jenis kendaraan inilah yang akan membawaku
menuju dusun tercinta, tepat berhenti di depan rumah orang tua angkatku. Biaya
yang harus dikeluarkan untuk menumpangi kenaraan tersebut dalah Rp 30.000,- Bus
atau truk beroperasi gantian. Setelah 4 jam perjalanan barulah akan sampai di
dusun SP3, jalanannya luar biasa. Sebagian besar belum beraspal, hanya
beralaskan kerikil dan pasir dengan jurang dan tebing di kanan kirinya. Laut Flores,
Sabana dan pemandangan eksotis Gunung Tambora akan menemani selama perjalanan.
Luar biasa, menikmati panorama alam yang jarang-jarang dilihat selalu membuat
otakku yang agak-agak jenuh menjadi cling lagi. Tak jarang, aku menemukan
kuda-kuda yang sedang diliarkan di sabana. Kalau kambing dan sapi sudah menjadi
pemandangangan yang tidak aneh lagi.
Aku paling senang bisa melewati jalanan ini, tetapi kejadian
luar biasa yang bertepatan dengan tiga bulannya aku di Bima membuatku sedikit
trauma melewati jalanan ini. Busku terguling saat aku pulang da Bima.
Benar-benar tergulng, dan aku ada di dalamnya. Alhamdulillah selamat, hanya
luka ringan di kelingking dan jari manis tangan kiriku dan benjol di kening saja. Tetapi sensasi
rasa dan suasana saat bus tak kuat nanjak kemudin oleng kanan kiri
berulng-ulang hingga akhirnya terguling masih sangat terasa sehingga membuat
aku tak berani menaiki bus yang melewati jalur itu.
Bus/ truk dari Kore akan menunggu penumpang dari Bima yang
menuju Tambora lewat jalur utara sampai benar-benar tak ada. Sekitar pukul 3
atau 4an barulah berangkat menuju Tambora. Bus/ truk ini akan mengantarkanku
tepat berhentti di depan rumah orang tuaku antara magrib dan Isya.
Kalau melewati jalur utara, maka akan ditemui dua sungai
yang membelah jalan raya Sungai pertama adalah Sori Ketupa d Desa Oi Ketupa.
Sori berarti sungai dan Oi artinya air. Mandi di Sori Ketupa seolah-olah
menjadi prosesi wajib supir dan kernet bus dari Kore ke Tambbora. Bus akan
berhenti sekitar 15-30 menit dan penumpang puun boleh melakukan aktivitas bebas
asa tak meninggalkan bus terlalu jauh. Sori Ketupa juga menjadi batas daerah
bersinyal terakhir sebelum blank spot sampai SP2.
Komentar