Silaturrahim

Seperti biasa, setiap Lebaran keluarga besar saya (anak beranak dari nenek dan kakek dari Mamah)  selalu mengagendakan untuk silaturrahim ke saudara-saudara kakek saya. Karena nenek saya anak tunggal, jadi kami hanya bersilaturrahim ke keluarga besar dari kekek saja. Kakek saya sudah meninggal waktu saya kelas 2 SMP, alhamdulillah kalau nenek masih sehat walafiat, hanya saja akhir-akhir ini jadi lebih sering lupa, maklum beliau sudah berusia 76 tahun lebih.
Kakek dan nenek punya 7 orang anak, 2 laki-laki (anak pertama dan ketiga) sisanya anak perempuan. Anak pertama mereka (Ua saya) sudah meninggal waktu masih bayi, sedangkan Ua ketiga ada di Banten dan baru akan datang ke Tasik dalam dua hari kedepan. Sisanya tinggal 5 anak perempuan. Mamah saya anak ke empat.

Keluarga 'perempuan', itulah keluarga besar saya. Karakter yang mendominasi juga adalah karakter perempuan yang heboh, suka bekumpul, dan sering berdiskusi alias mengobrol.
Seperti silaturrahim hari ini. Laki-lakinya hanya satu orang yang ikut dari 17 orang yang ikut bersilaturrahim 'safari lebaran'. Laki-laki yang ikut itu adalah suami bibi bungsuku, mereka baru menikah beberapa bulan yang lalu. Silaturrahim kali ini adalah show up pertama dia kepada keluarga besar kakek saya.  Biasanya Bapak saya tak pernah absen, namun beliau masih di luar kota dan baru akan tiba di rumah besok pagi. Ua dan paman-pamanku suami dari kakak dan adiknya Mamah menolak untuk ikut silaturrahim, sayang sekali.

Dimulai dengan silaturrahim ke kakak tertua kakek saya. Nenek Yoyoh (panggilan kami kepada beliau) sudah berusia hampir seabad, masih sehat walaupun sering sakit-sakitan. 
Kali ini saya berkesempatan menunggui beliau di rumahnya selama keluarga besar lainnya keliling ke rumah saudara2 yang dekat rumahnya dengan rumah Nenek Yoyoh. Selama ditinggal berdua, Nenek Yoyoh bercerita tentang kerabat2 lainnya, dan jujur saya hanya tahu satu dua nama dari sekian nama yang beliau ceritakan. Keluarga besar kami memang banyak yang tinggal di Banten, termasuk nama-nama yang beliau ceritakan adalah saudara-saudara yang tinggal di Banten.

Setelah silaturrahim ke rumah Nenek Yoyoh, rombongan pun pergi menuju rumah Kakek Enceng. Adik kakekku. Kakek Enceng sangat mirip wajahnya dengan kakek saya. Mamah dan saudara-saudaranya menangis saat sungkem ke kakek Enceng. Rindu sama abah, begitu panggilan kami kepada kakek. 

Magrib pun tiba, akhirnya silaturrahim berakhir. Semua rombonganpun sekarang menuju rumah saya. Ternyata di rumah saya, yang sedang kedatangan kakak ipar dan sepupu saya (beserta keluarganya yang ikut mudik ke rumah saya) sedang ada tamu juga. Yaitu besan Mamah dan Bapak alias orang tua kakak ipar saya serta adiknya. Tambah ramelah suasana rumah. Untung, rumah kami masih cukup menampung semua tamu yang datang.

Silaturrahim kali inipun ditutup dengan makan bersama.
Subhanallah, kebersamaan yang indah. 
Namun, ada sesuatu yang saya rindukan.
Saya butuh laki-laki tangguh untuk menjadi figur di keluarga saya.
Setelah kakek meninggal, tak ada seorangpun yang bisa difigurkan, termasuk Bapak saya. Tak ada satu laki-lakipun yang bisa mengambil hati semua perempuan-perempuan di keluarga besraku. Karakter kebanyakan laki-laki di keluarga saya adalah plegmatis, sedangkan perempuannya sanguinis agak koleris.

Insya Allah dalam waktu yang tepat laki-laki tangguh itu akan hadir.
Amin ya Rabbal alamin :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

Andragogi dan Fasilitasi

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu