Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung


Waktu kecil aku sering bermimpi saat aku tertidur, bisa mengendarai mobil, dan  kemudian jatuh terguling di jalan depan kapolsek dekat rumah nenek. Rasanya seperti tertiban kardus. Namanya juga mimpi :p
Dan hari ini aku mengalami sendiri bagaimana rasanya kendaraan  yang aku tumpangi terguling. 

seorang Ibu menenangkan anaknya yang masih menangis
Hari ini, aku pulang kembali ke desaku setelah 3 hari di kota Bima. Aku memilih untuk pulang lewat jalur utara tidak melalui jalur selatan bersama PM Tambora yang lain. Aku memilih lewat utara karena bus/ truk yang aku tumpangi akan berhenti tepat di depan rumahku.
Bus Bima-Kore yang aku tumpangi dari terminal dara mulai melaju jam 11. Biasanya jam 10, ada perasaan khawatir juga aku ditinggalin bus/ truk Kore-Tambora. Lega rasanya saat tiba di pasar Kore tepat jam 3, alhamdulillah masih ada kendaraannya. Ternyata hari ini giliran bus yang beroperasi. Bus dan truk selang sehari beroperasi mengangkut penumpang Tambora-Kore. Aku pun menyimpan dus dan menandai kursi. Aku tanya kernetnya masih lama tidak busnya berangkat. Katanya masih lama. Aku bergegas menuju mushola di dekat pasar. Mengambil air wudhu kemudian menjama sholat dzuhur dan ashar. Perhitunganku baru Isya aku akan sampai di SP 3.
Setelah sholat, aku mencari beberapa sayur-sayuran untuk dibawa pulang. Ibu angkatku sedang di kota Bima sehingga untuk 3 hari kedepan aku yang harus memasak. Ku beli kacang panjang, kangkung, terung besar, kol dan kembang kol. Tak lupa bumbu-bumbu untuk memasak juga. Tak sabar rasanya ingin segera sampai di rumah. Hari ini aku merasa lelah sekali.
 Bus pun penuh, ada beberapa orang yang mengenalku. Yah, mereka menyapaku dengan sebutan guru Indonesia Mengajar Oi Marai. Tetapi aku tak mengenali semuanya hanya satu orang yang merupakan guru di salah satu SD Tambora dan Bu Gaya adiknya kepala sekolahku.. Setelah debutku di BBGRM, tingkat keeksisanku di warga Tambora naik drastis.
Bus yang aku tumpangi akhirnya berangkat sekitar jam setengah 4. Penumpangnya cukup penuh. Semua tempat duduk diisi. Bus melaju pelan-pelan. Aku sudah sangat lelah, aku mencoba memejamkan mata. Setelah 15 menit bus melaju, bus pun berhenti.
“Cepe oto” kata salah seorang Ibu. Aku langsung lirik kanan kiri, orang-orang mulai berdiri.
“Ganti Bus Bu?" Tanyaku kepada Bu Gaya.
“Iya Bu Nani” Aku pun turun. Mengambil tas ranselku dan kresek sayuran. Kardusku ada di atas bus. Aku gak tahu apa penyabab bus itu tak jadi digunakan. Para penuumpang termasuk diriku pun menunggu bus pengganti datang sambil duduk-duduk di sebuah rumah. Sepertinya rumah juragan bus. Salah satu anak menghampiriku dan melihat tomat yang ada di kresek. Dia tersenyum lalu pergi. Apa dia mau makan tomat, benakku.
Bus pengganti pun datang. Kami segera berhambur memindahkan barang bawaan masing-masing. Bambu, triplek, karung, belasan kardus dan para penumpang memenuhi bus yang baru datang. Sebelum jalan, 2 orang kernet yang tampak masih beerusia belasan tahun mengecek ban bus.
Bus pun melaju. Aku menempati tempat duduk sama seperti posisiku pada bus sebelumnya. Di kursi sebelah paling kiri dekat kaca di depan pintu belakang. Aku mulai memejamkan mata lagi mencoba untuk tidur.  Bus melaju pelan-pelan melewati jalanan Sanggar dan mulai meninggalkan pemukiman.
Tiba-tiba saat melewati tanjakan, busnya tak kuat naik. Sopir berusaha untuk menggas bus, tetapi tak berhasil. Bus mulai mundur. Kernet dengan tanggap mengganjal bus dengan batu. Tetapi tak berhasil. Bus pun mundur dengan cepat. Aku mulai panik. Ibu-ibu dan anak-anak berteriak. Bus oleng ke kiri dan ke kanan dan mundur dengan kencang. Aku beristighfar, sempat terpikir untuk loncat keluar jendela. Dan tiba-tiba bus benar-benar oleng kemudian terguling ke kanan. Semua penumpang berteriak histeris. Aku tak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di sekelilingku. Para penumpang berteriak dan rebutan mencari jalan keluar. Aku bersyukur posisi duduku di sebelah kiri sehingga badanku tak tertindih apapun dan siapapun. Aku berada di atas. Aku ambil tas kemudian naik ke atas bus yang sudah terjungkal. Entah lewat jendela atau pintu aku bisa keluar. Aku naik kemudian loncat ke bawah. Tak terpikirkan berapa meter ketinggiannya yang jelas aku harus  segera keluar. Orang-orang pun berhamburan. Tangis membahana, kernet meraung-raung terlentang jauh di kanan bus. Seorang anak memeluk Ibunya memperlihatkan darah yang mulai membasahi pelipisnya, Bapak-bapak mengeluarkan orang-orang yang masih terjebak di dalam. Alhamdulillah, satu persatu penumpang bus bisa d keluarkan. Banyak yang luka berdarah di tangan dan kepala. Aku langsung panik, aku telpon teman2 PM Bima. Menceritakan kejadian yang terjadi dan meminta menghubungi pihak yang bisa membantu pengevakuasian. Mereka pun menjadi panik dan mengkhawatirkan keadaanku. Aku harus meminta pertolongan agar korban-korban ini dapat segera diobati. Aku telpon Ka UPT Dikpora Tambora yang rumahnya di Sanggar (cukup dekat dengan TKP), tak diangkat. Telpon Kapolsek Tambora gak diangkat. Nyari nama Pak Camat ternyata tidak disimpan di handphoneku yang itu. Aku panik, siapa yang harus kubuhungi. Masa aku harus menelpon Bupati atau Kadis Dikpora. Aku telpon Pengawas dan diangkat, aku menceritakan kejadiannya dan meminta dia supaya bisa menghubungi pihak yang bisa memberikan pertolongan secepatnya. Pak Ibrahim (Pengawas) tak kalah panik dariku. Dia memintaku untuk tetap disana.
Bapak-bapak yang berdiri di sebelahku memintaku untuk menelpon ambulans. Dia hafal no.nya, tenyata dia Pak Kades Rassabou. Ambulan tak bisa datang, tak ada supirnya katanya. Sedikit demi sedikt bala bantuan datang. Motor-motor datang, truk pun datang. Tak hanya aku yang menghubungi orang-orang, hampir semua penumpang menghubungi orang-orang yang ada di hpnya. Untung TKP bersinyal.
Tiba-tiba seorang Bapak-bapak berteriak mencari guru Indonesia Mengajar. Dia baru datang juga. Tetapi bukan namaku yang disebut, dia mencari Morin.
“Ada Morin guru Indonesia mengajar?” Orang-orang menunjuk ke arahku.
“Saya Guru Indonesia mengajar Pak, tapi nama saya bukan Morin” jawabku
“Saya ditelpon Pak Ibrahim untuk menjemput Guru Indonesia Mengajar namanya Ibu Morin” jawabnya.
Ah Pak Ibrahim, jelas-jelas dia tadi menyebut namaku dan mengenaliku sebagai Nani, bukankah nama itu juga yang muncul dilayar hpnya saat aku menelpon. Lagi-lagi orang tertukar antara aku dan Morin.
para penumpang mulai mencari barang bawaan sambil menunggu pertolongan
Bapak-bapak itu tak mempedulikan siapa namaku, dia segera mengajakku ke rumah Ka UPT Dkpora Tambora. Aku tak mau pergi, ingin kupastikan dulu bagaimana nasib penumpang yang lain. Penumpang yang luka-luka dibawa ke puskesmas Sanggar, yang tidak apa-apa beberapa mulai pulang dijemput saudaranya. Aku lihat ada truk yang biasa beroperasi mengangkut penumpang, mungkin truk itu yang akan mengantar penumpang selamat ke tujuan masing-masing yang masih 3-4 jam dari TKP. 
Orang-orang yang mengenaliku menyarankan aku untuk segera ke rumah Pak  Ka UPT. Mereka akan kembali ke Kore juga, sebagian lagi akan tetap pulang ke Tambora. Tak ada korban yang meninggal dunia, hanya luka-luka saja. Alhamdulillah
Aku berpamitan termasuk dengan Pak Kades Rassabou.
Aku menuju rumah Pak ka UPT dibonceng Pak Pengawas Sanggar. Sepanjang jalan beliau bercerita bahwa sering terjadi kecelakaan disana, tahun kemarin bahkan ada yang meninggal. Sementara itu, hpku tak berhenti bergetar, telpon dan sms menanyakan kondisiku. Pak Ka UPT datang ke TKP, Camat Sanggar dan Camat Tambora yang kebetulan sedang di Sanggar pun melihat TKP. Morin dan Pak Ibrahim begitu gesit menelpon orang-orang dan mengabari kejadian tersebut sampai kepala sekolah PM2 Tambora tahu hal tersebut.
warga-warga berdatangan dan membantu mengevakuasi korban

Sampai juga di rumah Ka UPT, Istri kadis dikpora Bima menelponku dan menanyakan keadaanku. Trustee IM juga menelpon dan menanyakan hal yang sama. Baru aku sadar, bagaimana keadaanku? Alhamdulillah hanya jari kelingking yang mengalami luka cukup dalam, jari manis dan jari tengah hanya tergores benda tajam yang entah apa. Subhanallah, Allah telah menyelamatkanku.
Seandainya bus itu terguling ke arah kiri, mungkin aku yang ada di paling bawah dan terhimpit. Jika saja bus itu tergulingnya ke jurang sebelah kiri jalan mungkin aku tak akan bisa menulis cerita ini.
Subhanallah, pertolongan Allah begitu nyata. Dan hari ini aku merasakan bahwa maut begitu dekat.
"HasbunalLâh Wani'mal-Wakîl", Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. (QS. 3:173)

" Ni'mal-Mawla Wani'man-Nashîr”,  Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong  (QS. 8:40)

Komentar

hanna azzahra mengatakan…
nani...akhirnya aku baca juga cerita ini..
maaf, baru blogging lagi sekarang...
aq khawatir banget, baik-baik sajakah disana ?
jangan banyak pergi-pergian atuh say,,
Semoga Allah selalu menjaga ya ^^

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu

Andragogi dan Fasilitasi