Ke manakah Sampah Kita




>> Misteri Kantong Kresek Hitam

Pagi-pagi sekali, Abah sudah pergi membawa kresek hitam besar. Setiap pagi hal itu dilakukan beliau, atau sesekali bergantian dengan Emak.
Saya -yang kala itu masih berusia empat atau lima tahun- sangat penasaran dengan kresek hitam tersebut. Apa isinya? Ke mana mereka membawanya?
Hingga suatu subuh, saya berhasil bangun  di kala Emak belum berangkat. Saya merengek ingin ikut, Emak pun akhirnya mengajak saya menjalankan misinya. Kami berjalan di keremangan subuh, menyelusuri jalan hingga menemukan sebuah sungai besar. Di keluarkanya isi kantong kresek hitam tersebut di pinggir sungai. Satu persatu plastik, bekas odol, botol bekas sampo hanyut bersama aliran sungai.
Saya mengamati perginya benda-benda tersebut sampai tak terlihat lagi.
Tak hanya saya dan emak yang ada di sana, ada dua orang ibu lainnya melakukan hal serupa.


>>> Lubang di Depan Rumah

Sore itu, Bapak menggali lubang yang besar dan cukup dalam. Lubang yang mirip dengan lubang-lubang yang ada di depan rumah para tetangga baru kami. Kami baru saja pindah ke daerah tempat Mamah mengajar. Aku tak lagi tinggal bersama Emak dan Abah.
Setiap hari, Bapak mengisi lubang itu dengan daun-daun kering, kulit pisang, atau apa saja yang berasal dari tumbuhan. 
Tak pernah kulihat Mamah atau Bapak mengisi lubang itu dengan plastik atau barang bekas lainnya. Saya lupa, apakah Mamah dan Bapak pernah membuang sampah-sampah kami ke sungai seperti Abah dan Emak dulu. Atau mungkin karena kami tinggal di desa di atas gunung, sampah plastik sangat jarang dihasilkan. Ingatan masa kecil tak mampu menjangkau itu.

Hingga setelah saya sekolah, baru saya tahu bahwa lubang itu diperuntukan sampah organik untuk membuat pupuk kompos. 

***

Dua kisah tersebut adalah kisah paling lawas yang saya ingat tentang pengelolaan sampah.
Hingga saya beranjak besar (kembali ke lingkungan di daerah tempat tinggal Abah dan Emak), sampah masih dikelola dengan cara yang sama, dibuang ke sungai.
Tak jarang, saya menemukan berbagai benda di dasar dan pinggir sungai. Untunglah kami tinggal di daerah pegunungan, sehingga tak ada pengalaman banjir akibat sampah.

Saya sekarang tinggal di lingkungan pemukiman masyarakat yang pengelolaan sampahnya dibakar.

Pagi atau sore biasanya sampah-sampah dibakar. Baik sampah plastik atau sampah daun. Tak jarang sampah anorganik dimasukan ke dalam lubang lalu dikubur.
Untunglah beberapa waktu lalu dinas  kebersihan bersedia mengangkut sampah-sampah yang kami hasilkan. Hal ini memang menjadi solusi sementara. Sampah tidak terlihat lagi di depan mata. Asap hasil pembakaran sampah mulai berkurang menguasai udara. 

Tapi sangat disadari bahwa sampah yang kami buang tak benar-benar hilang. Sampah yang kami hasilkan hanya berpindah tempat. 

Kadang kita (terutama saya) menolak ingat konsekuensi yang ditimbulkan dengan sampah-sampah yang kita hasilkan. Seolah masalah sampah sudah selesai setelah sampah itu tak ada lagi dihadapan kita. Padahal oh padahal, kita bersama tahu fakta tentang rumitnya penguraian sampah plastik, berbahayanya sampah sterofoam, dll.


Fakta Tentang Sampah di Indonesia 

1. Penduduk Indonesia saat ini sebanyak 237 juta. Diperkirakan jumlah penduduk ini akan bertambah menjadi 270 juta pada tahun 2025.
Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, diperkirakan akan dihasilkan sampah sebanyak 130.000 ton/hari.
Sampah-sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan bencana bagi lingkungan, manusia bahkan hewan. Semua makhluk hidup akan terancam kehidupannya oleh sampah!

2. Survey  KLHK pada bulan April 2015 di 8 taman nasional dan gunung mendapat temuan 435 ton sampah milik 150.688 pengunjung.

3. Tahun 2015, penelitian dari Universitas Georgia mengatakan bahwa Indonesia menjadi negara kedua terbesar di dunia sebagai penghasil sampah plastik ke laut. Bagaimana tidak? Menurut Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, sampah plastik dari 100 toko/gerai anggota APRINDO selama 1 tahun menghasilkan 10,95 juta lembar sampah kantong plastik. Ini berarti sama dengan sekitar 65,7 Ha kantong plastik atau sekitar 60 kali luas lapangan sepakbola!

4. Makanan merupakan penyumbang sampah terbanyak di Jakarta.
Menurut Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, sampah DKI Jakarta menuju Bantargebang, Bekasi mencapai 7500 ton/hari dengan 750 truk pengangkut sampah oleh petugas kebersihan. Hal ini menyebabkan per tahun mencapai 2,7 juta ton sampah dengan paling banyak yaitu sampah makanan mencapai 54%.
Gas metana yang dihasilkan sampah organik di TPA 25 kali jauh lebih kuat. Angka ini mengalahkan polusi karbon dari knalpot kendaraan kita.

5. Bencana ledakan terbesar TPA Indonesia peringkat kedua di dunia. 
Ledakan paling besar pertama yaitu di TPA Payatas, Quezon City, Filipina pada 10 Juli 2000 dan menewaskan 200-an jiwa dan ratusan orang masih hilang.
Ledakan paling besar kedua yaitu TPA Leuwigajah, Bandung, Indonesia pada 21 Februari 2005 menewaskan 143 jiwa dan 137 rumah tertimbun atau setara dengan dua desa hilang.

Sumber https://www.hipwee.com/list/5-fakta-tentang-indonesia-darurat-sampah-yuk-dukung-indonesia-bebas-sampah-2020/

Ngeri gak sih?!
Banget.

Tak bisa disangkal bahwa kita ikut berkontribusi dengan kondisi di atas.

Tak percaya?
Silakan cari tahu, ke manakahmu?

#belajarzerowaste


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu

Andragogi dan Fasilitasi