Mengenali Gaya Belajar Siswa

“ Semua anak adalah berbakat . Tiap anak terlahir ke dunia ini dengan potensi yang unik, yang jika  dipupuk dengan benar, dapat  turut memberikan sumbangan bagi dunia yang lebih baik. Tantangan terbesar bagi para orang tua dan guru adalah menyingkirkan batu besar  yang menghalangi jalan mereka dalam menemukan, mengembangkan, dan merayakan anugerah yang mereka miliki.”
_Thomas Armstrong _

Pernahkah kita merasakan begitu bosan dengan rutinitas pekerjaan kita?  Merasa jenuh setiap hari menghadapi hal yang sama. 8 jam dari 24 jam waktu kita dihabiskan untuk melakukan pekerjaan itu-itu saja, 5 atau 6 hari dari 7 hari waktu kita dalam seminggu.  Terkadang ingin berhenti sejenak dan melepas semua kepenatan.


Tiba-tiba terlintas dibenak saya, bagaimana dengan anak-anak yang sudah bersekolah? Tidakkah mereka merasa bosan? Kita hitung, berapa lama seseorang belajar formal dalam hidupnya. Mulai TK sekitar 2 tahun, SD 6 tahun, SMP 3  tahun, SMA 3 tahun kalau dijumlahkan semuanya menjadi 14 tahun. Belum dengan yang melanjutkan lagi ke bangku kuliah. S1 4 tahun, S2 2 tahun, S3 2 tahun.. (kalau yang tepat waktu). Jika ditotalkan, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menimba ilmu di lembaga formal yang rata-rata pendidikannya sampai S1 adalah adalah 17-18 tahun. Luar biasa, 3/10 dari umur manusia  digunakan untuk belajar di lembaga formal (seandainya umur manusia dirata-ratakan 60 tahunan).
Apakah mereka pernah merasa bosan dalam belajar? Apa saja ilmu yang didapatkan selama itu?
Mari kita mengevaluasi diri kita pribadi, sesosok manusia yang merasakan proses pembelajaran di lembaga formal selama belasan tahun…

Sering sekali saya merasa sedih seandainya ada laporan atau keluhan bahwa ada murid saya yang merasa bosan atau malas belajar di sekolah, Disadari atau tidak, guru sebagai pelaku utama dan jembatan tersampaikannya ilmu kepada siswanya adalah faktor betah tidaknya  siswa belajar di sekolah. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu menciptakan kondisi agar siswanya merasa asyik belajar, ingin belajar dan ketagihan untuk belajar. Menjadikan belajar adalah kebutuhan siswa adalah PR seorang pendidik. Akan sangat luar biasa ketika seorang guru mampu menstimulus siswanya agar merasa butuh dengan ilmu. Apalagi untuk ukuran siswa SD. Lalu sudahkah kita seperti itu?


Saya mengenal beberapa guru di tempat saya mengajar yang begitu dicintai murid-muridnya, seandainya guru tersebut tidak masuk maka siswa-siswanya akan protes. Salah satunya, Bu Dian Sri Mulyani, guru sains kelas 3, 4, 5, 6. Beliau begitu dinanti-nantikan karena selalu mengajak anak-anak bereksperimen lewat praktikum-praktikum sainsnya. Ada juga sosok guru PAI yang begitu pandai bercerita, sehingga setiap anak selalu ingin beliau bercerita saat pelajaran PAI, Pak Hasanuddin. Atau Miss Seli, guru bahasa Inggris yang begitu asyik, selalu memulai pelajaran dengan games atau nyanyian.
Mari belajar dari mereka, tidak perlu menjadi mereka. Jadilah guru yang dinanti-nanti murid-murid kita, karena keasyikan kita yang mencirikhas.


Menjadi guru yang asyik menjadi modal awal agar anak-anak mau ‘mendengarkan’ kita. Tugas guru yang terpenting selain asyik adalah bagaimana bisa menjadi jembatan tersampaikannya ilmu. Bayangkan, jika waktu 18 tahun di bangku sekolah formal dilewatkan begitu saja tanpa banyak ilmu yang menempel. Hanya datang saat awal pembelajaran dan berlalu setelah ujian kenaikan tingkat. Saya yakin, bukan proses pembelajaran secara sekilas tanpa menempelnya sebuah ilmu yang Allah peritahkan untuk kita cari dari mulai dalam buaian hingga ke liang lahat.


Terkadang, guru sudah merasa menyampaikan materi yang harus dia berikan tetapi murid-muridnya tidak paham dengan apa yang dia sampaikan. Salah satu faktornya bisa jadi karena bahasa yang disampaikan oleh guru tidak sesuai dengan bahasa yang dipahami anak. Maka, kalau dalam azas utama Quantum Teaching seorang guru harus mampu “Membawa dunia anak kedalam dunia kita (orang dewasa), dan mengantarkan dunia kita ke dunia mereka (anak)”.
‘Sampaikanlah sesuai dengan bahasa kaumnya’.


Anak-anak belum mengenal dunia selama kita. Kosakata dan pemahaman bahasa yang dipahaminya juga belum sekompleks kita. Pilihlah kosakata yang sesuai dengan tingakatan umur mereka dan pemahaman mereka.


Ketika kita sudah menyampaikan pelajaran dengan ‘bahasa’ anak, masih ada satu kunci yang harus kita buka. Bagaimana caranya selain anak mengerti maksud kita, anak juga mampu menyerapnya dengan optimal sehingga menjadi pengalaman belajar yang bermakna tidak hanya nempel sehari besoknya lupa.
Kuncinya adalah guru harus mengetahui gaya belajar setiap anak didiknya. Setiap orang, mempunyai gaya belajar yang khas. Bukan hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Gaya belajar ini yang menjadi penentu setiap orang mampu memahami materi yang disampaikan oleh pengajar. Materinya sama, tetapi daya tangkap setiap orang berbeda bergantung kepada gaya belajarnya.


Dalam buku Quantum Learning, gaya belajar dibagi menjadi 3 yaitu :

1.      VISUAL (belajar dengan cara melihat)
Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/ penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak/ dititikberatkan pada peragaan/ media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Ciri-ciri gaya belajar visual :
·         Bicara agak cepat
·          Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
·         Tidak mudah terganggu oleh keributan
·         Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
·         Lebih suka membaca dari pada dibacakan
·         Pembaca cepat dan tekun
·         Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
·         Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
·          Lebih suka musik dari pada seni
·         Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :
ü  Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
ü  Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
ü  Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
ü  Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
ü  Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

PRINSIPNYA ADA YANG BISA DILIHAT
§  Ada TAMPILAN
§   ada CATATAN
§   ada YANG DITULIS DI PAPAN TULIS
§   ada VISUALISASI



2.      AUDITORI (belajar dengan cara mendengar)

Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang-sedang
 saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Ciri-ciri gaya belajar auditori :
ü  Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri
ü  Berpenampilan rapi
ü  Mudah terganggu oleh keributan
ü  Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
ü  Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
ü  Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
ü  Biasanya ia pembicara yang fasih
ü  Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
ü  Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
ü  Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
ü  Berbicara dalam irama yang terpola
ü  Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk mempermudah proses belajar
 anak auditori :
1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.

PRINSIPNYA ADA YANG BISA DIDENGAR DAN DICERITAKAN
          Ada DISKUSI
          ada TANYA JAWAB
          ada CERITA
          ada NYANYIAN


3.      KINESTETIK (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat.
 Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
ü  Berbicara perlahan
ü  Penampilan rapi
ü  Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
ü  Belajar melalui memanipulasi dan praktek
ü  Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
ü  Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
ü  Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
ü  Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
ü  Menyukai permainan yang menyibukkan
ü  Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
ü  Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

Strategi untuk mempermudah proses belajar
 anak kinestetik:

1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

PRINSIPNYA ADA YANG MEMBUAT ANGGOTA TUBUH BERGERAK
         Ada LATIHAN-PRAKTEK
          ada GERAKAN-SIMULASI
          ada ALAT PERAGA


Seorang guru harus mampu mengenali setiap gaya belajar anak dan menyajikan satu materi pelajaran yang memfasilitasi semua gaya belajar.
 Pada dasarnya guru yang mempunyai gaya belajar visual akan cenderung menyampaikan materi dengan gaya belajar visual. Begitupun dengan guru-guru yang mempunyai gaya belajar auditori dan kinestetik akan cenderung menyampaikan materi dengan sesuai dengan gaya belajar mereka. Guru yang professional haruslah mampu mengkolaborasikan semua gaya belajar, tidak tergantung kepada gaya belajar mereka pribadi.
Kecerdasan guru akan terlihat dari bagaimana dia menyampaikan materi. Keasyikan guru dalam mengajar akan berbanding lurus dengan kenyamanan anak saat belajar. Akan mudah menyadarinya ketika anak merasa bosan atau jenuh,  gurupun akan merasakan ketidaknyamanan itu. Buatlah jeda untuk mengambalikan konsentrasi anak,  bisa dengan ice breaking, tepukan atau games ringan.

Sungguh, menjadi guru itu adalah pekerjaan yang paling menyenangkan sedunia… ^^
Mari kita belajar untuk selalu memperbaiki kualitas mengajar kita.

 “ beri aku ikan, aku bisa makan sehari. Ajari aku memancing, dan aku akan makan sepanjang hayat”

_peribahasa_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu

Andragogi dan Fasilitasi