Menuju Oi Marai
Kamis, 21 Juni 2012 pukul 15.07
Angin Labuan Kananga berhembus sepoi-sepoi, sedikit mengaburkan
panas terik matahari yang dengan gagah menunjukan keperkasaannya.
Aku baru saja meluruskan pinggang setelah menjalankan
rangkaian kegiatan rumahan hari ini. Menimba air, menggoreng ikan, makan
bersama, nyuci piring. Luar biasa! Aku sangat menikmati setiap aktivitas itu,
apalagi Ibu begitu baik dan lembut mengajariku berbagai hal. Aku merasa nyaman
dan betah di rumah ini, tapi sayang ini bukan rumahku. Bukan pula hostfamku,
ini rumah hostfamnya Morin J
Kemarin, kami melakukan hampir 7 jam perjalanan Bima-Tambora
yang luar biasa. Apalagi kami mengambil trek jalur utara yang tak begitu biasa
dilalui. Biasanya bus dai Bima menuju Tambora menggunakan jalur selatan. Jam 9
pagi aku, Morin, Budi, Ical dan PM 2 yang kami gantikan meninggalkan Bima
Mantika menuju rumah Muma (Kadis Dikpora). Muma dan istri menyambut kami. Muma
memerintahkan beberapa bawahannya untuk menjadi supir dan mengantarkan kami
menuju Bima. 1 mobil kijang dan 1 mobil ranger. Mobil kijang diisi oleh
sebagian barang kami, PM4, Bang Dedi (driver) dan Bang Deni (supir cadagan). Mobil
ranger diisi oleh sebagian besar barang-barang kami dan PM 2. Kedua mobil
tersebut disediakan oleh Muma untuk mengantarkan kami. Ternyata, Muma juga ikut
mengantarkan kami dengan memakai mobil sendiri. Dari mulai rumah Muma sampai
Kore, mobil melaju dengan sangat kencang. Begitu elegannya konvoi 3 mobil
berplat merah dan hitam. Setelah melakukan 2 jam perjalanan, ketiga mobil pun
berhenti di Kore (kabupaten Dompu) dan kami dijamu makan siang di Rumah makan
Arema Jaya oleh Muma. Wah, enak sekali. Setelah santap siang, rombongan kembali
melanjutkan perjalanan. Muma pun melepas kami, beliau kembali lagi ke Bima.
Aku kira setelah Muma tidak bergabung, perjalanan akan menjadi
lebih santai. Ternyata dugaanku salah. Mobil
kijang dan ranger melaju lebih kencang daripada semula menembus savana Bima
yang gersang dan berbatu. Kami melewati berbagai panorama alam yang luar biasa
dari pegunungan, savana, sungai, pantai, jalan berbatu dan berdebu. Beberapa
hewan seperti sapi, domba, ayam hutan kami temui.
Melihat lukisan alam
yang begitu indah, kami tak tinggal diam dan mencoba mengabadikannya. Akhirnya
perjalanan yang begitu panjang mengantarkanku ke Oi Marai. Desa yang akan
menjadi tempat tinggalku. Sungai jernih dan cukup deras yang membeah jalan
utara Bima-Tambora menjadi permulaan aku tiba di Oi Marai. Oi marai memang
berarti air yang lari (sungai yang deras). Kak Shally (PM 2 sebelumku)
mengatakan kalau dia penat dengan kerjaan dia datang ke sungai itu.
Aku begitu menyukai sungainya. Pepohonan yang cukup rindang
dan sinar matahari yang ceria membuatku merasa bisa menemukan energi kalau aku
sedang merasa galau.Kami berhenti disana, menikmati dinginnya air sungai Oi
arai sambil beristirahat dan berfoto ria.
Aku kira dari sungai Oi Marai akan begitu dekat dengan rumah
yang akan kutinggali. Ternyata cukup jauh, jauh, jauh dan aku tidak menemukan
rumah itu. Bang Dedi tidak mampir dulu ke rumahku. Mobil yang dikendarainya
terus melaju tanpa mengijinkan aku meninggalkan barang-barangku dan mengintip
rumah yang akan aku tinggali. Bang Dedi membawa ku dan PM 4 lainnya langsung ke
Labuan Kananga, sedangkan Kak Shally dan PM 2 mampir dulu ke calon rumahku.
Sedih sekali rasanya, tak bisa melihat calon rumahku dan menunjukannya ke
Morin, Budi dan Ical L
Mobil sampai di depan rumah Morin di Labuan Kananga. Segeromblan
anak-anak dan Bapak angkat Morin menyambut kami. Karena Beryl (PM 2 yang Morin
gantikan) dan PM 2 lain belum datang, kamipun memilih untuk menyapa pantai yang
hanya berjarak 20 meter dari rumah hostfam Morin.
Hamparan pantai berpasir hitam menyambut kami. Walaupun
pantai tanpa deburan ombak, tapi cukup menghibur perasaanku yang masih merasa
sedih. Ada sebuah pelangi melengkung di langit pantai yang begitu biru, pelangi
yang kemudian tersembunyi di balik awan putih... perlahan-lahan langitpun berwarana
jingga dan berganti senja. Kamipun menyaksikan matahari tenggelam terjadi begitu
cepat.
Malam pertamaku di Tambora di Labuan Kananga.
Jujur, aku telah jatuh cinta pada Labuan kananga. Anak-anak
yang ceria, hostfam yang begitu ramah dan penyayang, rumah panggunng Bima yang
nyaman, tetangga yang ramau, laut yang luas terbentang, sinyal yang berlimpah,
cahaya lampu di malam hari. Suasana dan keistimewaan yang mungkin tak akan aku
jumpai di Oi Marai.
Oi Marai, semua orang yang baru mngetahui kalau aku di
tempatkan di Oi Marai mereka pasti menngatakan lembo ade di Oi Marai....
Oi Marai, aku harus jatuh cinta kepada tempat itu..
Bagaimanapun kondisinyaJ
Komentar