Dua Orang Terkasih



Dua hari yang lalu peringatan hari Kartini. Ketika mendengar hari Kartini, saya mengingat sosok belliau. Bukan karena namanya tetapi perannya dalam kehidupan saya. Beliau adalah 'Kartini' sejati bagi saya, yang merelakan sisa usianya mengurus cucu-cucunya sementara anak-anak perempuannya meniti karir di ranah publik. 
Ibu Kartini menginspirasi setiap wanita untuk mengejar mimpinya, namun selalu ada perempuan yang merelakan dirinya menjadi bagian dari mimpi orang lain, menjadi bagian dari mimpi anaknya. Beliau adalah nenek saya, yang mengasuh saya sejak bayi. Memberikan pengajaran tentang hidup, sementara Ibu saya bekerja.

Emak, saya menyebutnya. Emak Eutik, orang-orang memanggilnya karena badannya yang mungil. Saya baru tahu nama asli beliau Rukmini, sewaktu ada pemilu. 
Beliau hanya lulusan SR, yang dipinang Abah saat masih kelas 5. Pertemuan mereka adalah takdir yang indah. Abah sedang PPL dan menginap di rumah dekat rumah orang tua Nenek. Abah sepertinya naksir Emak duluan, sehingga beliau selalu modus ikut mandi di rumah Emak. Mungkin itulah cara Abah pedekate..hehe 
Hingga kemudian Abah mengutarakan niatnya untuk menikahi Emak dan dikaruniai 7 orang anak. Ibu saya anak keempat.

Emak selalu bercerita tentang kisah pertemuannya dengan kekasih hatinya yang telah lama dipanggilNya terlebih dahulu. Jika bercerita tentang Abah, Emak selalu sumringah namun diakhiri dengan air mata. Saya adalah kesayangan Emak dan Abah yang dirawat mereka sejak bayi. 

Setiap melihat saya, Emak pasti teringat Abah karena saya cucu yang paling dekat dengan Abah dan katanya paling membanggakan. Saya pernah menjadi juara lomba mengarang ketika SD dan pulang membawa piala. Abah sangat senang sekali tak henti-hentinya memandangi piala saya tersebut.

Ingatan saya tentang Emak dan Abah beliau begitu lekat dibanding ingatan saya bersama Ibu dan Ayah kandung saya semasa saya kecil. Mereka yang mengajari saya main congklak, mengatur strategi-strateginya hingga saya bisa menang jika bermain congklak melawan teman-teman seusia saya bahkan yang lebih besar.
Kenangan jajan krip krip lalu dimakan bersama nasi, mencabuti ubannya, melihat Abah membuat parutan dari kaleng susu bekas, mengamati Abah membuat kecrik (jaring ikan), melihat Abah setiap pagi merebus air dan memasukannya ke termos setiap pagi, kenangan bersama Emak memainkan puting susunya (beliau mempunyai tahi lalat merah di antara belahan dadanya), bagaimana cara beliau memeluk saya dan mendoakan saya. Saya mengingat jelas setiap momennya.

Abah dipanggilNya ketika saya masih kelas 2 SMP, saya sangat terpukul dengan kepergian beliau. Hingga kemudian saya memutuskan memakai kerudung kelas 3 SMP karena saya yakin Abah pasti senang mengetahui saya memakai kerudung. Beliau meninggal karena sakit paru-paru.

Emak diberi umur lebih panjang. Beliau menyaksikan saya menikah dan mempunyai anak. 
Beliau dipanggilnya Bulan Mei tahun lalu. Tetiba pingsan, koma dan meninggal.
Saya tak bisa menghadiri hari beliau disemayamkan karena sedang di luar kota dan tidak memungkinkan segera pulang ke Tasik. 
Saya tak memberikan ucapan selamat tinggal kepadanya, namun hal itulah yang seolah membuat saya merasa beliau masih ada. Bahkan kadang lupa kalau beliau sudah benar-benar tiada. Beberapa kali sempat ingin menghubunginya atau bersilaturrahim ke rumahnya.

Dua orang yang begitu berharga. Emak yang menjadi figur Kartini sejati bagi saya dan Abah yang menjadi lelaki pertama dalam hidup saya. Idola dan panutan saya.
Semoga Allah melapangkan kuburnya, mengampuni dosa-dosanya dan memberikan tempat terbaik disisiNya. Aamiin


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu

Andragogi dan Fasilitasi