Saya (tak) Butuh Me Time

Sebelum menikah sempat ada kekhwatiran kalau saya akan kehilangan waktu berharga untuk dinikmati sendiri. Sekadar menonton film, drama korea, membaca buku atau jalan-jalan. Alhamdulillah, suami memahami kebutuhan saya tersebut. Dia memberikan izin kalau saya ingin me time. Tak jarang kami sebelahan tetapi membaca buku yang berbeda, atau menonton film di laptop masing-masing.

Bekerja adalah salah satu cara saya menikmati me time juga. Apalagi saya bekerja di bidang yang saya cintai. Saya menjadi program officer di sebuah yayasan yang konsern dengan pendidikan di daerah terpencil, yang memberikan saya kesempatan bercengkrama dengan alam dan budaya yang baru saat site visit. Hal itu menjadi bonus tambahan sebagai me time saya.

Setelah mempunyai anak, dunia saya berubah. Saya berhenti bekerja dan menjadi ibu penuh waktu. Dua puluh empat jam di rumah tanpa asisten rumah tangga. Saya yang masih beradaptasi menjadi ibu, harus mulai berduaan bersama seorang bayi berusia satu setengah bulan selama delapan jam saat suami bekerja.
Dan faktanya, bayi Adskhan hanya bisa tidur nyenyak dalam gendongan, dia akan menangis jika saya menidurkannya di kasur. Pantatnya seolah punya alarm yang berbunyi saat saya menempelkannya dengan benda selain tangan saya. Saat Adskhan bangun pun akan menangis jika saya tinggalkan. Sehingga saya harus pandai mencuri waktu untuk memenuhi kebutuhan pribadi, mengerjakan urusan domestik, dan istirahat. 

Kini usia Adskhan sudah setahun lebih, dia sudah lebih bisa mandiri. Saya bisa menyelesaikan beberapa urusan domestik saat Adskhan anteng main sendiri asal tetap berada dalam jangkauan pandangannya. Dia masih tetap menangis jika menyadari bundanya tidak ada.

 Saat dia tidur adalah waktu berharga untuk saya mandi, makan dan aktivitas pribadi lainnya. Walaupun sangat sebentar paling lama 15 menitan, karena dia akan tidur jika saya keloni dan harus dalam kondisi menyusu. 
Jika Adskhan terbangun saat saya belum menuntaskan kebutuhan pribadi, maka saya harus mensiasatinya. Seperti makan bersamanya, mandi kilat atau mandi bersamaan dengan memandikan dia, mengajaknya bermain di toilet saat saya nongkrong di kloset.
Pernah suatu ketika saya mules tak terkira, saya mengondisikan Adskhan dengan mainan dan buku-bukunya dulu sebelum pamitan ke kamar mandi. Satu dua menit anteng, lama-lama dia menangis kencang dan lama. Saya yang sedang tanggung-tanggungnya berusaha memanggilnya dan mengatakan bundanya ada di kamar mandi, Adskhan tidak usah menangis. Hal itu sia-sia saja. Tetangga sebelah segera memasuki rumah saya yang tidak terkunci khawatir Adskhan kenapa-napa dan mencari tahu saya di mana. Setelah tahu saya di kamar mandi, beliau minta izin mengajak Adskhan bermain di rumahnya.

Menitipkan Adskhan ke tetangga tidaklah selalu menjadi pilihan tepat. Anak tetangga yang berumur dua tahun beberapa kali memukul, menjambak, bahkan menggigit Adskhan. Lebih baik saya mengondisikan Adskhan sendirian di rumah daripada membiarkan dia disakiti.

Adskhan yang sudah bisa berjalan dan penasaran dengan semua barang di dekat dia membuat saya harus selalu waspada dan siap siaga. Pernah ketika saya memasukan baju kotor ke mesin cuci, Adskhan jalan sendiri ke dapur dan menumpahkan minyak goreng 2 liter. Untung minyaknya masih baru bukan minyak bekas yang panas. Esok harinya dia saya temukan sedang asyik menumpahkan detergen yang ditemukan di dekat mesin cuci.
Kejadian lainnya saat saya menjemur baju, dia ikut main di teras dan terjengkang ke belakang jatuh ke tanah yang berbatu. 
Sejak saat itu saya selalu siaga dan tidak boleh lengah dan menyimpan barang yang sekiranya membahayakan di tempat yang tidak terjangkau Adskhan.

Selain itu, Adskhan yang masih dalam proses toilet training dan belajar makan sendiri membuat energi saya lebih cepat habis juga. Mengepel lantai, membereskan makanannya yang berserak, mencuci celananya yang kena pup saya lakukan beberapa kali setiap hari. 

Dengan semua kerempongan itu, kadang saya lupa bahwa saya harus tampil cantik, wangi dan mempesona. Jangankan bedakan, sisiran saja kadang terlupakan apalagi luluran dan maskeran.

Jika saya sedang lelah dan melow, ingin rasanya bisa me time seperti dulu masih gadis.
Saya kangen mandi berjam-jam.
Kangen nongkrong di kloset dengan tenang 
Kangen menikmati makan sepuasnya tanpa direcoki dan diinterupsi nyebokin.
Kangen tidur siang sepuasanya.
Kangen bisa jalan-jalan dan nongkrong sendirian!
Saya kangen semuanya. Menikmati me time saat kemerdekaan diri menjadi milik pribadi.

Ah sudahlah. Bukankah menjadi ibu adalah hal paling saya idamkan?! Bukankah saya yang paling menginginkan merawat Adskhan sendiri? Bukankah ini semua pahala yang akan diganjar surga?! 
Kelelahan ini sebentar saja, esok lusa si bayi mungil mungkin saja meminta saya dan ayahnya melamarkan seorang gadis. Cepat atau lambat dia akan memilih jalan takdirnya sendiri. Seperti ayah dan bundanya yang memilih jauh dari rumah selepas SMA. Saat itulah saya akan kangen tangisan dia di depan pintu kamar mandi, saat itu saya sudah tidak bisa lagi menceboki dia atau memangkunya selama saya ngeden di kloset. Jadi nikmatilah waktu bersamanya yang tak akan pernah terulang kembali.

Bukankah dengan segala kerempongan mengurusi Adskhan saya pun masih bisa me time?
Me time di malam hari yang panjang saat dia terlelap. Me time di akhir pekan saat suami mengajaknya main.

Ya, di tengah keterbatasan waktu untuk diri sendiri dan kerempongan mengurus anak,  saya dikaruniai suami yang luar biasa. Yang sangat paham kebutuhan istrinya agar tetap waras.

Tanpa diminta dia akan mengajak main Adskhan sepulang kerja, mempersilakan saya tidur siang dan mandi sepuasnya di akhir pekan, memasakan makanan kesukaan saya, memberikan pijitan yang nyaman, mengunduhkan film-film terbaru, mengerjakan pekerjaan domestik, mengajak jalan-jalan sore.

Suami pun mempersilakan saya seandainya saya ingin me time sendirian dengan bepergian ke manapun.  Tetapi saya selalu merasa tidak tenang jika harus sendirian, serasa ada yang hilang. Saya pun memilih menikmati waktu untuk sendiri tanpa menjauh dari mereka. Me time sambil memastikan mereka ada di dekat saya. Entah itu saat mereka tertidur lelap tengah malam, atau asyik bermain di ruang depan ketika saya me time di kamar.

Diberikan waktu untuk social time di dunia maya menjadi me time versi saya juga, mengobrol bersama ibu-ibu muda alumni pengajar muda angkatan 4, berdiskusi seru di grup IIP Tangerang Selatan, mengikuti kelas kuliah Institut Ibu Profesional, mengelola akun online shop. Me time untuk seorang ekstrovert yang harus seharian di rumah.

Pada akhirnya saya menyadari bahwa menikah dan mempunyai anak mungkin telah merenggut me time saya. Tetapi  diganti dengan sesuatu yang lebih berarti yaitu couple time dan family time.


Profil Penulis
Nani Nurhasanah, lahir dan besar di Tasikmalaya. Alumnus Sastra Jepang ini pernah mengajar di sekolah dasar di Bandung selama tiga tahun sebelum bergabung sebagai Pengajar Muda Indonesia Mengajar (2012-2013) yang  ditugaskan di Kabupaten Bima. Setelah selesai mengabdi, Nani menjadi konsultan pendidikan di Surabaya bersama Pak Munif Chatib lalu bekerja di Indonesia Mengajar sebagai program officer.
Di awal tahun 2015 Nani menikah dengan rekan Pengajar Muda sepenempatannya, Budiman. Mereka dikarunia seorang putra bernama Abdillah Adskhan yang saat ini berusia 1 tahun. Aktivitasnya sekarang menjadi ibu penuh waktu, pengurus Institut Ibu Profesional Tangerang Selatan dan pemilik toko buku online bukuanakanak.id.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu

Andragogi dan Fasilitasi