Melatih Kemandiran Anak - Bunda Sayang

Institut Ibu Profesional
Materi Bunda Sayang Sesi #2


MELATIH KEMANDIRIAN ANAK


Mengapa melatih kemandirian anak itu penting?



Kemandirian anak erat kaitannya dengan rasa percaya diri. Sehingga apabila kita ingin meningktkan rasa percaya diri anak, mulailah dari meningkatkan kemandirian dirinya.

Kemandirian erat kaitannya dengan jiwa merdeka. Karena anak yang mandiri tidak akan pernah bergantung pada orang lain. Jiwa seperti inilah yang kebanyakan dimiliki oleh para enterpreneur, sehingga untuk melatih enterpreneur sejak dini bukan dengan melatih proses jual belinya terlebih dahulu, melainkan melatih kemandiriannya.

Kemandirian membuat anak-anak lebih cepat selesai dengan dirinya, sehingga ia bisa berbuat banyak untuk orang lain.

Kapan kemandirian mulai dilatihkan ke anak-anak?

Sejak mereka sudah tidak masuk kategori bayi lagi, baik secara usia maupun secara mental. Secara usia seseorang dikatakan bayi apabila berusia 0-12 bulan, secara mental bisa jadi pola asuh kita membiarkan anak-anak untuk selalu dianggap bayi meski usianya sudah lebih dari 12 bulan.

Bayi usia 0-12 bulan kehidupannya masih sangat tergantung pada orang lain. Sehingga apabila kita madih selalu menolong anak-anak di usia 1 th ke atas, artinya anak-anak tersebut secara usia sudah tidak bayi lagi, tetapi secara mental kita mengkerdilkannya agar tetap menjadi bayi terus.

Apa saja tolok ukur kemandirian anak-anak?

☘Usia 1-3 tahun
Di tahap ini anak-anak berlatih mengontrol dirinya sendiri. Maka sudah saatnya kita melatih anak-anak untuk bisa setahap demi setahap meenyelesaikan urusan untuk dirinya sendiri.
Contoh :
✅Toilet Training
✅Makan sendiri
✅Berbicara jika memerlukan sesuatu

🔑Kunci Orangtua dalam melatih kemandirian anak-anak di usia 1-3 th  adalah sbb :
👨‍👩‍👦‍👦 Membersamai anak-anak dalam proses latihan kemandirian, tidak membiarkannya berlatih sendiri.
👨‍👩‍👦‍👦 Mau repot di 6 bulan pertama. Bersabar, karena biasanya 6 bulan pertama ini orangtua mengalami tantangan yang luar biasa.
👨‍👩‍👦‍👦Komitmen dan konsisten dengan aturan

Contoh:
Aturan berbicara :
Di rumah ini hanya yang berbicara baik-baik yang akan sukses mendapatkan apa yang diinginkannya.

Maka jangan pernah loloskan keinginan anak apabila mereka minta sesuatu dengan menangis dan teriak-teriak.

Aturan bermain:
Di rumah ini boleh bermain apa saja, dengan syarat kembalikan mainan yang sudaj tidak dipakai, baru ambil mainan yang lain.

Maka tempatkanlah mainan-mainan dalam tempat yang mudah di ambil anak, klasifikasikan sesuai kelompoknya. Kemudian ajarilah anak-anak, ambil mainan di tempat A, mainkan, kembalikan ke tempatnya, baru ambil mainan di tempat B. Latih terus menerus dan bermainlah bersama anak-anak, jadilah anak-anak yang menjalankan aturan tersebut, jangan berperan menjadi orangtua. Karena anak-anak akan lebih mudah mencontoh temannya. Andalah teman terbaik pertama untuknya.

☘Anak usia 3-5 th
Anak-anak di usia ini sedang menunjukkan inisiatif besar untuk melakukan kegiatan berdasarkan keinginannya
Contoh :
✅ Anak-anak lebih suka mencontoh perilaku orang dewasa.
✅Ingin melakukan semua kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitarnya

🔑Kunci Orangtua dalam melatih kemandirian anak di usia 3-5 th adalah sbb :
👨‍👩‍👦‍👦Hargai keinginan anak-anak
👨‍👩‍👦‍👦Jangan buru-buru memberikan pertolongan
👨‍👩‍👦‍👦 Terima ketidaksempurnaan
👨‍👩‍👦‍👦 Hargai proses, jangan permasalahkan hasil
👨‍👩‍👦‍👦 Berbagi peran bersama anak
👨‍👩‍👦‍👦 Lakukan dengan proses bermain bersama anak

Contoh :
✅Apabila kita setrika baju besar, berikanlah baju kecil-kecil ke anak.
✅Apabila anda memasak, ajarkanlah ke anak-anak masakan sederhana, sehingga ia sdh bisa menyediakan sarapan untuk dirinya sendiri secara bertahap.
✅Berikanlah peran dalam menyelesaikan kegiatannya, misal manager toilet, jendral sampah dll. Dan jangan pernah ditarget apapun, dan jangan diberikan sebagai tugas dari orangtus.Mereka senang mengerjakan pekerjaannya saja itu sudah sesuatu yang luar biasa.

☘Anak-anak usia sekolah
Apabila dari usia 1 tahun kita sudah menstimulus kemandirian anak, mka saat anak-anak memasuki usia sekolah, dia akan menjadi pembelajar mandiri. Sudah muncul internal motivation dari dalam dirinya tentang apa saja yang dia perlukan untuk dipelajari dalam kehidupan ini.

⛔Kesalahan fatal orangtua di usia ini adalah terlalu fokus di tugas-tugas sekolah anak, seperti PR sekolah,les pelajaran dll. Sehingga kemandirian anak justru kadang mengalami penurunan dibandingkan usia sebelumnya.

🔑Kunci orangtua dalam melatih kemandirian anak di usia sekolah 
👨‍👩‍👦‍👦Jangan mudah iba dengan beban sekolah anak-anak sehingga semua tugas kemandirian justru dikerjakan oleh orangtuanya
👨‍👩‍👦‍👦Ijinkan anak menentukan tujuannya sendiri
👨‍👩‍👦‍👦Percayakan manajemen waktu yang sudah dibuat oleh anak-anak.
👨‍👩‍👦‍👦Kenalkan kesepakatan, konsekuensi dan resiko

Contoh :
✅Perbanyak membuat permainan yang dibuatnya sendiri ( DIY = Do It Yourself)
✅Dibuatkan kamar sendiri, karena anak-anak yang mahir mengelola kamar tidurnya, akan menjadi pijakan awal kesuksesan ia dalam mengelola rumahnya kelak ketika dewasa.

☘Ketrampilan-ketrampilan dasar yang harus dilatihakan untuk anak-anak usia sekolah ini adalah sbb:
1⃣Menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya
2⃣Ketrampilan Literasi
3⃣Mengurus diri sendiri
4⃣Berkomunikasi
5⃣Melayani
6⃣Menghasilkan makanan
7⃣Perjalanan Mandiri
8⃣Memakai teknologi
9⃣Transaksi keuangan
🔟Berkarya

☘3Hal yang diperlukan secara mutlak di orangtua dalam melatih kemandirian anak adalah :
1⃣Konsistensi
2⃣Motivasi
3⃣Teladan

Silakan tengok diri kita sendiri, apakah saat ini kita termasuk orangtua yang mandiri? 

☘Dukungan-dukungan untuk melatih kemandirian anak
1⃣Rumah harus didesain untuk anak-anak
2⃣Membuat aturan bersama anak-anak
3⃣Konsisten dalam melakukan aturan
4⃣Kenalkan resiko pada anak
5⃣Berikan tanggung jawab sesuai usia anak

Ingat, kita tidak akan selamanya bersama anak-anak.Maka melatih kemandirian itu adalah sebuah pilihan hidup bagi keluarga kita.

Salam,

/Tim Fasilitator Bunda Sayang/
Sumber bacaan:
Institut Ibu Profesional, Bunda Sayang, antologi, gaza media, 2014
Septi Peni, Mendidik anak mandiri, pengalaman pribadi, wawancara
Aar Sumardiono, Ketrampilan dasar dalam mendidikan anak sukses dan bahagia, rumah inspirasi


🍯🧀Cemilan Rabu #1🧀🍯
Materi 2 : Melatih Kemandirian Anak


Membangun dan Mendidik Kemandirian pada Anak


Membangun dan mendidik kemandirian anak bukanlah pekerjaan yang mudah, terutama melatih anak mandiri ketika masih di usia dini. Secara alamiah anak sebenarnya cenderung untuk belajar memiliki kemandirian "Yes, I can!" Kata-kata ajaib ini merupakan sinyal dari kesadaran seorang anak terhadap diri dan kemampuannya sendiri untuk menentukan dirinya. 

Orang tua yang bijaksana memanfaatkan keinginan akan kemandirian ini dengan membiarkan anak-anak mereka mempraktikkan keterampilan mereka yang baru muncul sesering mungkin pada lingkungan yang aman atau ramah anak. Dukungan orang tua yang seperti ini memang sangat dibutuhkan anak agar dapat melakukan berbagai hal secara mandiri, termasuk aktivitas yang masih relatif sulit. 

Namun realita yang ada, orang tua terkadang merasa tidak tega, tidak bersabar, khawatir yang lahir karena bentuk rasa sayang yang berlebihan kepada anak.  Inilah salah satu penyebab dari kegagalan anak dalam proses kemandiriannya. Oleh karena itu, orang tua perlu memperbaiki sikap mental agar tidak mudah khawatir dengan anak.

Faktor lingkungan juga terkadang ikut andil dalam kegagalan proses kemandirian anak. Dorongan negatif dari lingkungan sekitar yang terkadang menganggap apa yang orang tua lakukan untuk melatih kemandirian anaknya sebagai bentuk eksploitasi. Padahal yang paling terpenting dan utama dalam membangun dan mendidik kemandirian anak adalah ketika anak merasa senang dalam melakukan aktivitas kemandiriannya tanpa ada rasa takut ataupun karena ada rasa tekanan dari luar.


Perlu diketahui bahwa kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa. Jika pengertian mandiri untuk remaja dan orang dewasa adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain, sedangkan untuk anak usia dini adalah kemampuan yang disesuaikan perkembangan usianya. 

Adapun jenis kemandirian anak yang perlu dibangun adalah sebagai berikut:

1. Kemandirian dalam Keterampilan Hidup

Prinsip pokok menumbuhkan kemandirian dalam keterampilan hidup adalah memberi kesempatan, bukan melatih. Anak secara alamiah memang cenderung berusaha belajar melakukan berbagai keterampilan hidup sehari-hari secara mandiri, semisal makan, mengenakan baju sendiri, mandiri sendiri, dsb.

Jika kita mengizinkan anak melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari tersebut secara mandiri, lambat laun akan terampil. Yang kita perlukan hanyalah kesediaan mendampingi sehingga anak tidak melakukan terlalu banyak kesalahan, meskipun kita tetap harus menyadari bahwa untuk mencapai keterampilan perlu latihan yang banyak dengan berbagai kesalahannya.

Kemandirian itu akan lebih meningkat kualitasnya jika orangtua secara sengaja memberi rangsangan kepada anak berupa tantangan untuk mengerjakan yang lebih rumit dan sulit. Ini bukan saja melatih kemandirian dalam urusan keterampilan hidup sehari-hari, melainkan juga menumbuhkan kemandirian secara emosional.

2. Kemandirian Psikososial

Bertengkar itu tidak baik. Tetapi menghentikan pertengkaran begitu saja, menjadikan anak kehilangan kesempatan untuk belajar menyelesaikan konflik. Kita memang harus menengahi dan adakalanya menghentikan. Tetapi kita juga harus membantu anak menggali masalahnya, merunut sebabnya dan menawarkan jalan keluar kepada anak, baik dengan menunjukkan berbagai alternatif tindakan yang dapat diambil maupun menanyakan kepada anak tentang apa saja yang lebih baik untuk dilakukan.

Apa yang terjadi jika kita bertindak keras terhadap berbagai konflik yang terjadi antar anak? Banyak hal,  salah satunya anak tidak berani mengambil sikap yang berbeda dengan teman-temannya, meskipun dia tahu bahwa sikap itulah yang seharusnya dia ambil. Padahal kita seharusnya menanamkan pada diri anak sikap untuk mendahulukan prinsip daripada harmoni. Rukun itu penting, tapi hidup dengan berpegang pada prinsip yang benar itu jauh lebih penting. Kita tanamkan kepada mereka _principles over harmony_ , melakukan hal-hal yang benar semata-mata karena prinsip. Bukan karena ada orang lain yang memaksa anak melakukannya.

Lalu apakah yang harus kita lakukan jika anak sedang bertengkar? Apakah kita biarkan mereka? Tidak. Kita tidak boleh membiarkan. Kita harus menangani. Membiarkan anak bertengkar dengan keyakinan mereka akan mampu menyelesaikan sendiri dapat memicu terjadi situasi submisif, yakni siapa kuat dia yang menang. Dan inilah yang sedang terjadi di negeri kita. Bahkan urusan antre pun, siapa yang kuat dia yang duluan. Dampaknya akan sangat luas dan bisa menakutkan.

Kita juga dapat melatih kemandirian psikososial anak secara lebih luas. Melatih toilet trainee beserta adab-adabnya. Melatihnya bagaimana adab ketika bertamu atau menerima tamu, adab berbicara kepada yang lebih tua atau yang lebih muda, dan lain sebagainya.

3. Kemandirian Belajar

Inilah proses serius kita hari ini. Banyak sekolah yang bersibuk mengajari anak agar terampil membaca, menulis semenjak usia dini, tapi lupa bahwa yang paling mendasar adalah sikap positif, kemauan yang kuat, dorongan dan kebanggaan akan kegiatan tersebut. 

Jika anak memiliki kemauan yang kuat untuk belajar disertai keyakinan (bukan hanya paham) bahwa belajar itu penting, maka kita dapat berharap anak akan cenderung menjadi pembelajar mandiri saat mereka memasuki usia 10 tahun. Sebaliknya jika kita hanya mengajari mereka berbagai kecakapan belajar semisal membaca, menulis, dan berhitung di usia dini, mungkin awalnya mereka menggebu-gebu untuk mempelajari semua itu, namun di usia 10 tahun justru menjadi titik balik berupa kejenuhan serta keengganan belajar. 

4. Kemandirian Emosional

Bekal pokok dari kemandirian emosional adalah pengenalan diri yang diikuti dengan penerimaan diri, kemudian pengendalian diri. Ini memerlukan peran orangtua dalam mengajak anak untuk mengenali kelebihan-kelebihan, kekurangan, kemampuan dan kelemahannya sendiri. Pada saat yang sama orangtua menunjukkan penerimaan terhadap kekurangan maupun kelemahan anak, tetapi bukan berarti membiarkan anak melemahkan dirinya sendiri. Malas dan enggan mengatasi masalah merupakan bentuk sikap melemahkan diri sendiri. Orangtua perlu menunjukkan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Maka tak patut merendahkan orang lain, tak pantas pula meninggikan diri. Lebih-lebih untuk sesuatu yang diperoleh tanpa melakukan usaha apa pun alias sepenuhnya merupakan pemberian semenjak lahir.

Yang juga penting untuk dilakukan adalah mendampingi anak mengenali kebutuhannya. Balita pun tak perlu rewel jika ia telah dapat mengenali kebutuhannya untuk istirahat. Perlu juga mendampingi mereka untuk belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan perlu dipenuhi, meski tak serta-merta. Sedangkan keinginan, adakalanya dapat dituruti, tetapi tetap perlu belajar menahan diri. Semua ini ditumbuhkan bersamaan dengan menguatkan dorongan sekaligus kemampuan bertanggung-jawab, termasuk berkait dengan konsekuensi atas berbagai tindakan mereka.

Salam Ibu Profesional,

/Tim Fasilitator Bunda Sayang/

📚Sumber bacaan : 

Muhammad Fauzil Adhim, Anak Perlu Belajar Mandiri, Majalah Hidayatullah edisi November 2014.

Ciri Anak Mandiri dan Tahapan Perkembangan Kemandirian, www.AlMaghribiCendekia.com, 2015

William Sears, M.D., Anak Cerdas: Peranan Orang Tua dalam Mewujudkannya, Emerald Publishing, Jakarta 2004



🍶🍫🍮Cemilan Rabu #2🍮🍫🍶
Materi 2 : Melatih Kemandirian Anak
Kemandirian Anak dan Adversity Quotient


Berbagai rutinitas harian anak, seringkali menantang dan menghadapkan kita pada pilihan apakah akan 'membantunya' atau 'melatihnya melakukan sendiri'. Sebut saja, misalnya: makan, memakai sepatu, mandi, membereskan mainan, dan lain-lain.

Dengan alasan 'sudah terlambat', seringkali kita pada akhirnya 'membantu' menyuapi si tiga tahun. Tak jarang juga, kita bantu pasangkan sepatu si dua tahun, hanya karena tak sabar melihatnya berproses memakai sepatunya. Lalu bagaimana dengan si 10 tahun yang akan berangkat sekolah? Dengan alasan yg kurang lebih sama, kita sibuk menyiapkan seragam dan berbagai kebutuhan sekolahnya. 

Padahal, yang kita cita-citakan bersama tentulah mempersiapkan calon ibu yang tangguh, serta calon ayah yang penuh tanggung jawab bukan? Dan kemandirian sejak dini adalah kunci awalnya. 

Maka, bila anak-anak kita yang masih berusia 0-1 tahun masih sepenuhnya bergantung pada orang lain di sekitarnya, seiring dengan pertumbuhannya, sepatutnya kita melatih juga kemandirian anak. Misal: anak usia 3 tahun sewajarnya bila sudah tidak disuapi lagi, dan anak usia 4 tahun sepatutnya sudah bisa membersihkan tubuhnya sendiri. 

Adalah Adversity Quotient yang menggambarkan pola seseorang dalam mengolah tanggapan atas semua bentuk dan intensitas dari kesulitan. Menurut Paul G. Stoltz, Adversity Quotient merupakan kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami. 

Adversity Quotient memiliki  tiga tingkatan dengan terminologi pendaki gunung. 

1. AQ rendah
Mereka cenderung mudah menyerah dan tidak berdaya. Mudah menyalahkan orang lain tanpa memperbaiki situasi. Kesulitan yang dihadapi mempengaruhi semua aspek hidupnya sehingga selalu merasa dikelilingi kesulitan.  Seringkali menolak kesempatan yang diberikan. Mereka diidentikkan sebagai orang yang terhenti ( quitter)

2. AQ sedang
Memiliki banyak perhitungan. Mereka mampu memandang kesulitan sebagai sesuatu yang sementara dan cepat berlalu, tetapi ketika kesulitan itu semakin menumpuk, maka akan membuat putus harapan dan memandang kesulitan tersebut akan berlangsung lama dan menetap. 

Seringkali sudah melakukan sedikit lalu berhenti di tengah jalan. Mereka mau mendaki meskipun akan berhenti di pos tertentu dan merasa cukup sampai disitu ( _camper_)

3. AQ tinggi
Inilah pembelajar seumur hidup. Mereka mempu untuk mengendalikan setiap kesulitan. Kesulitan yang muncul pada satu aspek kehidupan tidak meluas pada aspek yang lain. Mereka memandang kesulitan yang ada bersifat sementara dan cepat berlalu. Mampu memandang apa yang ada di balik tantangan tanpa memikirkan suatu hal sebagai hambatan. Mereka membuktikan diri untuk terus mendaki (climber)

Pandu anak-anak supaya terbentuk AQ yang tinggi. Bukankah ini penting bagi mereka dalam menghadapi tantangan sehari-hari? Supaya mereka bisa melewati tantangan hidup. Menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana hingga yang sulit dapat mereka lakukan dengan penuh percaya diri.  

Salam Ibu Profesional, 

/Tim Fasilitator Bunda Sayang/

📚Bahan Inspirasi :
Stoltz, P.G. 2000. Adversity Quotient, Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. PT. Grasindo


Video Bu Septi Peni tentang Materi Melatih Kemandirian Anak


https://www.youtube.com/watch?v=iCD4AYr0wQI&t=128s

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu

Andragogi dan Fasilitasi