Senja di Tandon Ciater


"Ayah pulang jam berapa?" tanya saya saat menelpon suami
"In Sya Allah jam 4, jalan yuk mumpung cerah!" ajaknya.
"Mau! Ke Tandon yuk!" Seru saya
Adskhan berlari menyambut ayahnya yang baru pulang kerja, kami sudah siap untuk jalan-jalan sore. Jika tidak hujan kami selalu menyempatkan jalan-jalan sore, menelusuri jalanan di Ciater dengan boncengan sepeda.
"Sudah siap?" tanya suami.
"Sudah dong. Ayah gak capek? Mau istirahat dulu? " tanya saya.
"Gak, justru jalan-jalan bikin capeknya hilang"
Sepedapun meluncur. Suami mengayuh dengan semangat, saya duduk di belakang sambil menggendong Adskhan. Tangan kanan pegangan ke pinggang suami, tangan kiri memeluk Adskhan. Jalan ke arah Tandon merupakan jalan tembusan dari Ciater Raya ke Kencana Loka sehingga banyak kendaraan yang lalu lalang apalagi jam pulang kerja. Sepeda kami melaju bersama kendaraan-kendaraan lain.
Sore ini cerah sekali, matahari bersinar hangat dengan semilir angin yang menyejukan. Saya menikmati perjalanan, hembusan angin sore seolah mengikis kepenatan hari ini. Adskhanpun menikmati rutinitas sore kami. Kedua tangannya dibebaskan dari gendongan ergobaby, digerak-gerakan merasakan sentuhan angin.
"Gimana tadi di sekolah Yah?" tanya saya memulai percakapan.
"Alhamdulillah sudah santai gak seperti minggu lalu, tinggal bikin raport. Gimana tadi Adskhan? Makannya banyak?" Tanyanya
"Gak Yah, masih gak mau makan. Tapi nyusunya lama" Jawab saya.
Sepeda berhenti di depan SD Insan Cemerlang. Jalanannya turunan tajam. Saya turun dari sepeda dan berjalan beriringan dengan suami yang menuntun sepeda. Kami kembali menaiki sepeda di jalanan rata.
Obrolan berlanjut seiring laju sepeda, saling melaporkan yang terjadi hari ini. Toilet training Adskhan, aktivitas saya sebagai admin IIP Tangsel dan book advisor, belanja apa saja hari ini dan aktivitas suami di sekolah. Saya menumpahkan sisa dari 20.000 kata yang baru dikeluarkan sepersepuluhnya.
Tak terasa hampir sampai Tandon  Ciater. Beberapa orang pemuda memberhentikan kendaraan yang lewat untuk meminta sumbangan, suami nyaris menghentikan laju sepedanya tetapi diarahankan untuk lanjut jalan oleh salah seorang pemuda.
"Ini nih salah satu keuntungan naik sepeda, selain parkir gak bayar" Seru suami sambil nyengir.
"Iya sih, tapi harus siap juga disingkirkan dari tempat parkir" tambah saya, yang masih merasa dongkol setiap ingat sepeda kami pernah dipindahkan dari tempat parkir sebuah oleh pemilik motor Tiger karena motornya mau parkir di sana.
Suami tertawa. Kami sudah terbiasa merasakan suka duka sebagai pengguna sepeda.
Kami tiba di Tandon, suasananya cukup ramai. Tandon Ciater menjadi alternatif tempat rekreasi keluarga di sekitaran sana,  termasuk keluarga kami. Hampir setiap minggu kami mengunjunginya. Tempatnya yang bersih dan luas, udaranya yang segar, pemandangan sekitarnya yang masih hijau menjadi  pemikatnya. Gratis pula masuknya. Hanya membayar parkir motor, dan itu tidak berlaku untuk sepeda kami.
Suami mengayuh sepedanya mengelilingi Tandon. Jika motor harus parkir dan tidak boleh masuk ke area Tandon, hal itu tidak berlaku untuk sepeda. Kami memanfaatkan keistimewaan itu.
"Kita makan ice cream dulu yuk, sudah mencair" Ajak suami.
Dia memarkir sepeda di pinggir Tandon. Mengeluarkan  ice cream dari keranjang sepedanya. Adskhan yang sudah bosan duduk dalam gendongan, segera turun dan berjalan ke sana ke mari lalu menghampiri Ayahnya begitu melihat Ayah memegang ice cream.
"Enak ya Yah! Surga banget, sore-sore begini makan ice cream di pinggir Tandon sama orang-orang tercinta" Seru saya.
Sementara Adskhan dan ayahnya menghabiskan ice cream, saya mengambil sedikit jarak dari mereka. Suami paham, kalau istrinya butuh waktu untuk sendiri. Dia mengajak Adskhan bermain-main.
Saya hirup udara Tandon dalam-dalam, segar! Angin berhembus pelan. Sinar matahari dipantulkan air Tandon membuat  perasaan semakin nyaman. Matahari selalu menjadi tungku semangat bagi jiwa saya. Langit di atas Tandon biru cerah, sebagian tertutupi awan putih. Saya simpan mimpi-mimpi saya di dalam loker cakrawala, membukanya ketika saya hampir menyerah. Menatap langit dan merasakan hangat matahari menjadi salah satu cara saya meremajakan rasa.
"Yaah ice creamnya habis" Seru saya pura-pura protes. Saya bergabung kembali dengan mereka setelah 10 menitan menyendiri.
"Makasih Yah, sudah ngajak Bunda dan Adskhan jalan-jalan. Bunda bahagia" ucap saya penuh cinta. Dia tersenyum dan memberi kecupan dari jauh.
“Jalan lagi yuk! “ Ajak suami. Kami kembali berboncengan naik sepeda mengelilingi Tandon sambil menyenandungkan lagu favorit kami.
            “Kuberjalan-jalan nikmati indahnya alam terpesona pemandangan
Indahnya pepohonan gemercik air sungai suara alam bersahutan
Kurasakan ada kedamaian menyejukkan jiwaku yang gersang
Kudapatkan indah getaran keagungan atas penciptaan Tuhan
Hindari kepenatan sesaknya kehidupan peradaban yang melelahkan”*

Sungguh, bahagia itu sangatlah sederhana.

Ciater, 20 Maret 2017

*Lagu Justice Voice

#odop
#99metimestory


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Gempa

Andragogi dan Fasilitasi

12 Teknik Memasak yang Perlu Diketahui Para Ibu